Saturday, 20 April 2019

Kritik Sastra Novel Bidadari Bermata Bening Karya Habiburrahman El Shirazy Dengan Pendekatan Strukturalisme Genetik



A.    PENDAHULUAN
Sastra merupakan sebuah karya tentang cerminan kehidupan masyarakat yang mengandung nilai-nilai dalam segala aspek, berupa nilai moral, ahlak, dan budi pekerti. Menurut Luxemburg dkk, sastra adalah teks yang mengandung unsur fisionalitas, diolah secara istimewa, dapat dibaca menurut tahap arti yang berbeda-beda, dan termasuk teks-teks yang tidak melulu disusun untuk tujuan komunikatif. Sastra juga diartikan sebagai segala sesuatu yang tertulis, dibatasi pada maha karya (great books), dan termasuk karya imajinatif. (Renne Wellek dan Austin Warren)
Karya sastra merupakan satuan yang dibangun atas hubungan antara tanda dan makna, antara ekspresi dengan pikiran, antara aspek luar dengan aspek dalam (Faruk, 2014). Karya sastra juga disebut sebagai sebuah karya yang pada hakikatnya dibuat dengan mengedepankan aspek keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan (Setyorini, 2014). Novel merupakan salah satu jenis karya sastra. Novel diciptakan seorang pengarang berdasarkan pengalaman yang sedang dan atau pernah dialami dan dirasakan sebagai suatu masalah. Dengan masalah itu, pengarang berusaha menyampaikan kembali melaui media behasa dengan memperhatikan nilai-nilai dan unsur estetika sehingga terbentuk sebuah novel yang diharapkan mampu menarik perhatian pembaca, misalnya novel Bidadari Bermata Bening.
Untuk menilai bermutu atau tidaknya, termasuk mendefinisikan, menggolongkan, mengananalisis, menentukan nilai seni, dan memaknai karya sastra diperlukan sebuah kritik sastra. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan dijelaskan bagaimana kritik terhadap novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy.
Dari permasalahan di atas, maka pada tulisan ini pendekatan yang digunakan dalam mengkritik novel adalah structuralisme genetic. Sedangkan metode kritik sastra yang digunakan adalah metode analitik. Metode analitik atau metode bedah karya sastra, mengutamakan bagian-bagian dulu barulah penghayatan totalitas. (Barabin, 1987)
 Adapun tujuan yang diharapkan dari tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan kritik terhadap novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetic dan metode analitik. 
B.     KAJIAN TEORI
Kritik Sastra 
Kritik sastra adalah salah satu dari tiga bidang studi sastra, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra (Wellek dan Werren, 1968: 27). Teori sastra adalah bidang studi sastra yang membicarakan pengertian, hakikat, prinsip, jenis, latar belakang, dan susunan sastra serta prinsip-prinsip penilaian sastra. Sejarah Sastra adalah bidang studi sastra yang membicarakan periodisasi dan perkembangan sastra. Kritik Sastra adalah bidang studi sastra yang membicarakan karya sastra secara langsun: menganalisis, menginterpretasi, dan menganalisis karya sastra.  Ketiga bidang studi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dan saling melengkapi.
Menurut H.B. Jassin, kritik sastra merupakan pertimbangan baik buruk karya sastra, penerangan dan penghakiman karya sastra.  Definisi tersebut diterapkan dalam bukunya yang berjudul “Analisa” dan “Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai”. Sementara itu, M. H. Abrams mendefinisikan kritik sastra sebagai studi yang berhubungan dengan pendefinisian, penggolongan (pengkhasan), penguraian (analisi), dan penilaian (evaluasi) karya sastra.
Tugas utama kritik sastra adalah menentukan penilaian dan menentukan karya sastra yang bernilai dan tidak bernilai. Karya sastra juga berperan sebagai peningkat apresiasi sastra di tengah masyarakat. (Barabin, 1987)
Berdasarkan uraian di atas, kritik sastra berfungsi: 1) menunjang perkembangan ilmu sastra; 2) membina apresiasi sastra sehingga memberikan penerangan bagi masyarakat; 3) membina dan mengembangkan sastra (peningkatan mutu karya sastra).
Dalam mengkritik sebuah karya sastra dapat menggunakan berbagai pendekatan dan metode kritik sastra, salah satunya adalah structuralisme genetik. Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni (Endraswara, 2013: 55). Strukturalisme genetik dapat dipandang sebagai salah satu teori kesastraan yang menghubungkan antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya (Endraswara, 2013: 57). Dalam analisis strukturalisme genetik, karya sastra dipandang dari dua sudut, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Analisis diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, berbagai unsur akan dihubungkan dengan realitas masyarakatnya seperti aspek sosial, agama, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Novel
Menurut Aminuddin (2014: 125) novel adalah cerita, karena fungsi novel adalah bercerita. Menurut Purba (2012: 64) novel lebih mengacu kepada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang mendalam. Novel merupakan cerminan realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Teeuw (1984: 249) mengemukakan bahwa “hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektik. Karya sastra dinilai sebagai cerminan dari realitas kehidupan sehari-hari”. Akan tetapi karya sastra tidak semata-mata merupakan jiplakan dari dunia nyata, melainkan adanya proses kreatif yang berlandaskan realita yang ada. Cerita yang terdapat dalam novel memuat permasalahan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya serta dengan pencipta-Nya.
Novel memiliki dua unsur pembangun cerita yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang terdapat dari luar cerita namun ikut membangun karya sastra.
Adapun unsur intrinsic novel terdiri dari: tema (ide atau gagasan yang mendasari cerita); tokoh dan penokohan (pelaku dalam cerita dan perwatakannya); setting/latar (yaitu tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa); plot/alur (serangkaian peristiwa yang membentuk jalannya cerita), sudut pandang (cara pandang pengarang dalam menempatkan dirinya pada cerita), gaya bahasa (suatu corak dalam pemilihan bahasa yang digunakan oleh penulis untuk menyampaiakan cerita), dan amanat (pesan yang ingin di sampaiakan pengarang melalui cerita). Sedangkan unsur ekstrinsik nover terdiri dari: latar belakang pengarang, latar belakang masyarakat, dan nilai-nilai.
C.    PEMBAHASAN
Analisis Strukturalisme Genetik Novel Bidadari Bermata Bening
Novel “Bidadari Bermata Bening” Karya Habiburrahman El Shirazy terdiri dari unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik. Berikut adalah hasil analisis unsur-unsur pembangun dalam novel tersebut.
Unsur intrinsik, terdiri dari:
1.      Tema à Tema pada novel Bidadari Bermata Bening adalah Percintaan dan Perjuangan Hidup.
2.      Tokoh dan Penokohan
a.       Protagonis (tokoh yang sejalan dengan jalannya cerita)                   
1)      Ayna Mardeya à religious, pandai, sabar, suka menolong, baik hati, tidak pendendam, jujur, bijaksana, berbakti kepada orang tua, mandiri.
2)      Muhammad Afifudin (Gus Afif) à religious, sabar, pandai, baik hati, mandiri, setia, berbakti kepada orang tua, bertanggung jawab.
b.      Antagonis (tokoh yang menyimpang dari jalannya cerita)
1)      Pakde Darsun dan Bude Tumijah à tamak, gila harta, kurang sopan.
2)      Yoyok à licik, tamak, kurang sopan, sombong.
3)      Pak Kasmono à licik, tamak, kurang sopan, sombong.
4)      Neneng à Kurang sopan, sombong, suka menghina, sensitive.
c.       Tritagonis (tokoh yang bersikap netral atau menjadi penengah)
1)      KH. Sobron Ahsan Muslim, Lc. à religious, baik, bijaksana.
2)      Bu Nyai Nur Fauziah à religious, baik hati, bijaksana.
3)      Bu Rosidah à baik hati, suka menolong, bijaksana.
d.      Tokoh Tambahan (tokoh yang hanya muncul sebagai tokoh figuran)
Gus Asif Barkhiya, Gus Asyiq, Mbak Malihah, Gus Naufal, Kyai Yusuf Badrudduja, Rohmatun, Mba Ningrum, Istiqomah (Ibu Ayna), Lelaki Berkumis tebal di Pasar, Pak Maksum penjual daging ayam, Mbok Yem penjual ikan lele, Pak Darsono penjual ikan, Bu Tuminah penjual ikan, Yu Darsih penjual ikan, Zulfa, Mbak Titin, Romlah, Kyai Tayyib dari Cirebon, Neng Hilwa,  Ustadzah Reni, Ustadzah Wiwik,Orang tua Neneng, Paklik Neneng, Dua sastrawan penulis novel islami, Laila, Kang Badri, Pembawa acara, Pak RT, Mas Tono, Mbak Ripah, Tikah, Ayuk, Anak muda di rumah Gus Yusuf, Kakek tukang ojek, Faros, Fina, Bu Latifah, Ibu Hj Muniroh, Mbah Kamali, Mbah Rukmini, Mbak Rosa, Budi, Pemandu wisata di Lombok, Bu Ahsani, Endang Purwanti, Minah, Pak Brams Margojaduk, Pramugara, Sang Kerabat, Lestari, Mila Badriyah, Uun Sholihatun,  Alim, Lindri, Rodin, Mbok Sani, Seorang Satpam, Mbok Mur, Mbok Ginah, Bu Nurjanah, Ratih, Mpok Wati, Ustadzah Fatimah, Bu Titik, Simbah Kyai  Hmdan Baijuri, Humaidun, Pelayan restoran, keluarga Arab, Ameera.
3.      Setting/Latar                    
a.       Latar Tempat
·         Dapur pesantren à Bukti: Di dapur yang dikelola Bu Nyai Nur Fauziyah, ratusan santriwati riuh berkerumunan seumpama kawanan bidadari. (halaman 1); Di pojok dapur, di tempat agak gelap, Bu Nyai Nur Fauziah mendengar pembicaraan itu dengan air mata meleleh (halaman 54).
·         Di perjalanan à Bukti:  Ia tidak berani memacu lebih kencang, jalanan tampak licin karena masih basah oleh air hujan (halaman 6); Dalam perjalanan pulang Ayna membayangkan jika ia bisa nyantri di pesantrennya Kyai Yusuf Badrudduja bareng mbak-mbak yang ramah dan baik hati itu sambil kuliah, duh alangkah bahagianya (halaman 86); Hujan itu ternyata merasa di sepanjang jalan menuju Semarang (halaman 94); Sepanjang jalan, Ayna lebih banyak diam (halaman 125); Memasuki tol Semarang-Bawen ia berkejaran dengan bus Malam dari Jakarta (halaman 198); Ia tidak bisa menunggu, maka ia nekat memacu motornya menembus hutan jati dan hutan karet menuju Salatiga (halaman 220); Ia berani melaju di atas serratus dua puluh kilometer per jam sepanjang Tol Cipali (halaman 287); Malam itu, dengan mengendarai sedan Elantra merah, Ayna dan Afif berjalan-jalan menyusuri jalanan Kota Amman yang rapid an bersih (halaman 331).
·         Pasar Pahing Secang à Bukti: Pasar Pahing secang masih ramai. Ayna lega. Ia memakirkan sepeda motor di tempat langganannya. (halaman 7).
·         Pasar Secang à Bukti: Tanpa membuang waktu, Ayna meluncur ke Pasar Secang menembus derai hujan yang kembali turun. Akhirnya ia mendapatkan ikan tongkol dari lapak Yu Darsih, meskipun harganya sedikit mahal dibandingkan Bu Tuminah. (halaman 9).
·         Taman sekolah à Bukti: Belasan santriwati masih ramai berbincang dan berkelekar di taman sekolah, tak jauh dari kantor guru (halaman 17).
·         Ruang tamu Kyai Sobron à Bukti: Suasana di ruang tamu rumah Pak Kyaib Sobron tampak tegang. (halaman 34); Ruang tamu Kyai Sobron itu biasanya adem dan lapang,  tetapi siang itu suasananya terasa sumpek seolah dipenuhi asap menyasakkan dada (halaman 134).
·         Serambi Masjid à Bukti:  Mereka beranjak dari serambi masjid menuju lapangan desa yang terletak di samping pesantren, tempat dimana panggung pagelaran wayang kulit didirikan (halaman 43); Di serambi masjid, mereka bertiga mencurahkan kerinduan (halaman 228).
·         Kamar mandi Kyai Sobron à Bukti: Ayna mendengarkan gending itu sambil mencuci pakaian di kamar mandi Kyai Sobron (halaman 44).
·         Ruang tengah à  Injih Mi, nanti saya teani Dik Naufal” - “Dia di ruang tengah lagi main game. Cepetan, ya.” - “Injih Mi.” - Usai menjemur cucian, Ayna menemui si kecil Naufalyang sedang menatap layar laptopasyik main game. Ayna duduk di samping Naufal (halaman 46).
·         Kamar Aynaà Bukti: Ayna bergegas ke dapur tanpa menutup pintu kamarnya (halaman 55); Ia menuju kamarnya dan membuka kamar almari pakaiannya (halaman 198); Ayna jadi teringat perjalanan panjangnya hingga bisa rebahan di kamar itu (halaman 246).
·         Panggung perayaan Haflah Akhirussanah Pondok Pesantren Kanzul Ulum à Bukti: Kyai Sobron naik ke panggung bersama Gus Afif dengan senyum lebar diiringi senyum dan tawa para hadirin (halaman 69). Para santri belum pernah menyaksikan Kyai Sobron meneteskan air mata di atas panggung seperti yang terjadi pada hari itu (halaman 71).
·         Beranda asrama à Bukti: Ayna duduk sendirian di beranda asrama Rabi’ah Al Adawiyah yang sepi (halaman 73).
·         Yogyakarta à Bukti: Sudah lama ia mendengar Kota Yogyakarta, tapi baru hari itu ia baru menginjak kota yang pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia itu. Kira-kira jam sepuluh pagi rombongan itu sudah memasuki Kota Yogyakarta (halaman 81).
·         Pesantren Mahasiswa Al Manhal Al Islami (Rumah KH. Yusuf Badrudduja) à Bukti: Mobil Innova Silver itu memasuki halaman sebuah rumah yang asri. Di samping rumah ada gerbang kecil, di atas gerbang ada plang bertuliskan “Pesantren Mahasiswa Al Manhal Al Islami” (halaman 82); Ayna duduk dengan sikap menunduk. Ia tidak berani melihat-lihat. Tapi sekilas tadi saat masuk ia melihat foto KH. Yusuf Badrudduja bersama seorang ulama memakai jubah dan serban putih di kepalanya. Ia langsung tahu ini adalah rumah mubaligh muda terkenal itu (halaman 83); Mereka berada di rumah Kyai Yusuf Badrudduja cukup lama (halaman 85).
·         Terminal Secang à Bukti: Gerimis tipis turun ketika Ayna sampai di terminal Secang, diantar Mbak Ningrum dengan sepeda motor (halaman 94).
·         Terminal Terboyo à Bukti: Akhirnya ia sampai di terminal Terboya (halaman 95)
·         Rumah Ayna di Kaliwenang à Bukti: Benar seperti yang ia duga, ia sampai di depan rumah nya ketika adzan Maghrib berkumandang (halaman 97); Jam sebelas siang mobil Innova Silver memasuki halaman rumah Ayna (halaman 118); Mereka berdiri di beranda rumah Ayna sambil bermain ponsel dan sesekali melongok ke jalan (halaman 123).
·         Rumah Pakde dan Bude à Bukti: Malam itu Ayna agak krasan ngobrol panjang di rumah pakdenya (halaman 101).
·         Halaman depan pesantren à Bukti: Saat itu hari Jumat pagi, ibunya datang menjenguknya di pesantren, dan mengajaknya berbincang berdua sambil duduk di bangku di bawah pohon sawo yang ada di depan halaman pesantren (halaman 104).
·         Semarang à Bukti: Ternyata di Semarang nyewa tiga kamar, Aripah dan teman-temannya bikin acara sampai malam (halaman 116).
·         Pesawat à Bukti: Matanya tidak berkedip memandang keluar jendelaketika pesawat mulai naik (halaman 126).
·         Bandara à Bukti: Mereka transit di Bndara Juanda Surabaya, lalu pindah pesawat untuk terbang ke Mataram, Nusa Tenggara Barat (halaman 128); Pukul satu siang waktu setempat mereka keluar dari pintu kedatangan Lompok International Airport, Mataram (halaman 126); Asyiq dan Afif keluar dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta (halaman 309).
·         Hotel à Bukti: Ayna masuk di hotel Senggigi Sentosa  (halaman 129).
·         Ruang tamu Mbah Kamali à Bukti: Ayna duduk di kursi kayu ruang tamu Mbah Kamali (halaman 164); Malam itu Ayna rebahan di kamarnya di hotel UGM dengan hati berbunga-bunga (halaman315).
·         Rumah Pak Kasmono à Bukti: Pertemuan dua keluarga untuk membahas hari dan tanggal akad nikah, dan walimatul ursy serta segala tetek bengek terkait hal itu di adakan di rumah Pak Kasmono (halaman 169); Kira-kira jam setengah lima sore Ayna memasuki rumah mertuanya (halaman 211).
·         Rumah Yoyok à Bukti: Setelah pesta ngunduh mantu di rumah Pak Kusmono usai, Ayna diboyong oleh Yoyok untuk menempati rumah baru mereka di Kota Purwodadi (halaman 188).
·         Rumah Sakit à Bukti: Pak Kyai, Bu Nyai, Gus Asyiq, Mbak Malihah, Mbak Ningrum, Mbak Titin, Kang Badri, dan beberapa santri lelaki tampak menunggu di lorong rumah sakit depan ICU (halaman 199); Ia berangkat dari Bogor jam sebelas siang, dan memasuki Rumah Sakit Sardjito hampir jam dua belas malam (halaman 288);
·         Salatiga à Bukti: Akhirnya ia menitipkan motornya di Pasar Sapi Salatiga (halaman 220).
·         Kereta à Bukti: Kereta ekssekutif itu meluncur sangat cepat (halaman 221).
·         Ambar Ketawang à Bukti: Selama satu minggu, hampir setiap pagi mereka memburu Afif ke Ambar Ketawang (halaman 224).
·         Depan MI Darul Falah, Batursari à Bukti: Mereka memarkir mobil di bawah pohon sawo, tak jauh dari gerbang MI Darul Falah (halaman 225).
·         Mobil à Bukti: Di dalam mobil, Afif duduk di samping ibunya (halaman 226). 
·         Rumah kumuh à Bukti: Sore itu bersama dua relawan lain yaitu Lestari dan Mila ia mendatangi rumah kumuh itu (halaman 233);
·         Rumah Bu Rosidah (di Perumahan Bogor Sentausa) à Bukti: Sudah hampir jam dua belas malam ketika Ayna sampai di gerbang rumah cukup mewah di dalam Perumahan Bogor Sentausa (halaman 236);
·         Bandung à Bukti: Sampai Bandung sudah malam, tidak punya sapa-siapa di sana (halaman 249).
·         Rumah Bu Nurjanah à Bukti: Hampir seharian ia berada di rumah teman ibunya itu (halaman 250).
·         Bogor àBukti: Lalu ia ke Bogor. Dan lagi-lagi tidak ada tempat yang jelas ia tuju. Ia sampai di terminal Baranagsiang juga telah malam (halaman 250).
·         Rumah Ratih à Di rumah itu Mbak Ratih, saat itu Cuma berdua dengan seorang pembantu sudah tua, namanya Mpok Wati (halaman 251); Sampai di rumah Ratih, ia menemukan Mpok Wati menangis tersedu-sedu (halaman 253).
·         Kafe à Bukti: Di sana ia diminta memakai seragam kafe (halaman 252).
·         Toko mainan anak-anak àBukti: Sampai akhirnya dia diterima kerja di toko mainan anak-anak (halaman 252).
·         Sebuah mal di pusat kota à Bukti: Sampai suatu sore ia jalan-jalan di sebuah mal di pusat kota (halaman 255).
·         Restoran à Bukti: Ibu itu mengajak Ayna di sebuah restoran yang ada di dekat situ (halaman 256).
·         Kantor PT. Tsania Waras Rezekia à Bukti: Hari itu juga Ayna resmi kerja di Kantor PT. Tsania Waras Rezekia (halaman 259).
·         Bait Ibni Sabil à Bukti: Kira-kira jam sepuluh pagi musyawarah di Bait Ibni Sabil selesai(halaman 272).
·         Kawasan Jubaiha, Amman à Bukti: Purnama menyepuh kawasan Jubaiha. Daribalkon apartemennya di lantai lima, Ayna menikmati suasana senja (halaman 323).
·         Fakhreldin Restaurant à Bukti: Seorang pelayan mempersilakan mereka dudik di situ (halaman 332).
b.      Latar Waktu
·         Pagi à Bukti : Angin dingin mendesau mengibarkan jilbab para santriwati yang sedang berjalan menuju tempat sarapan pagi (halaman 1);  Pagi itu suasana mendung, meskipun tipis, titak tebal (halaman 59); Pagi itu cerah, terang tanpa hujan (halaman 73); Kira-kira jam sepuluh pagi rombongan itu sudah memasuki Kota Yogyakarta (halaman 81); Saat itu hari Jumat pagi, ibunya datang menjenguknya di pesantren, dan mengajaknya berbincang berdua sambil duduk di bangku di bawah pohon sawo yang ada di depan halaman pesantren (halaman 104); Pagi-pagi sekali setelah bangun tidur ia memberitahu kabar itu kepada pakde dan budenya (halaman 117); Pagi itu juga ia pinjam tikar RT (halaman 118); Pagi itu matahari bersinar terang (halaman 123); Adzan Shubuh terdengar nyaring bersahutan (halaman 163);  Shalat Shubuh pagi itu diimami oleh Mbah Kami (halaman 164); Pagi itu ia mendapat masukan berharga (halaman 165); Pagi itu Gus Afif menghirup udara segar (halaman 187); Akhirnya ia dapat kereta Bandung jam 11 siang (halaman 220); Sayup-sayup terdengar adzan Shubuh berkumandang (halaman 243); Pagi harinya nasi goreng ikan asin yang disuguhkan Mbak Ratih membuatnya merasakenyang (halaman 251); Kira-kira jam sepuluh pagi musyawarah di Bait Ibni Sabil selesai (halaman 272); Pagi itu kesibukan besar terjadi di Pondok Pesantren Kanzul Ulum, Candiretno (halaman 316).
·         Siang à Bukti: Jam sebelas siang mobil Innova Silver memasuki halaman rumah Ayna (halaman 118); Usai makan siang Pak Kyai dan rombongan shalat Zhuhur dan Ashar jama’ tadqim dan qashar di situ, lalu melanjutkan perjalanan ke Pati (halaman 121); Pukul satu siang waktu setempat mereka keluar dari pintu kedatangan Lompok International Airport, Mataram (halaman 126); Usai makan siang, Saprul mengarahkan laju bus mini itu ke Hotel Nusantara Jaya, sebuah hotel bintang lima di Pantai Senggigi (halaman 129); Ruang tamu Kyai Sobron itu biasanya adem dan lapang,  tetapi siang itu suasananya terasa sumpek seolah dipenuhi asap menyasakkan dada (halaman 134); Siang itu matahari seperti membakar Kaliwenang (halaman 142); Sehari sebelum akad nikah, tepatnya siang hari usai shalat Jumat, Mbak Ningrum dan Titin datang (halaman 185); Hari berikutnya, pagi-pagi sekali Pak Kyai dan Bu Nyai pergi ke tempat yang di maksud dengan memakai mobil kijang kotak milik kerabart itu (halaman 225); Setelah shalat Zhuhur, ia meluncur ke       kantor Tsania Spa & Care (halaman 273).
·         Sore à Bukti: Sore itu Ayna disidang oleh Bu Nyai Fauziya, Kyai Sobron, Ustadzah Reni yang bertanggung jawab di asrama Robi’ah Al Adawiyah tempat Ayna bernaung, dan Ustadzah Wiwik yang menjadi wali kelas Ayna dan Neneng. (halaman 24); Sore itu matahari bersinar lembut (halaman 41); Usai sholat ashar, Rohmatun mengajak Ayna untuk melihat panggung wayang kulit (halaman 42); Hari sudah sore (halaman 96); Benar seperti yang ia duga, ia sampai di depan rumah nya ketika adzan Maghrib berkumandang (halaman 97); Suatu sore Aripah mengajaknya jalan-jalan ke Semarang bareng teman-temannya(halaman 116); Selepas shalat Ashar, Ayna diikuti Lestari kembali datang menjenguk Bu Nyai (halaman 298); Sore itu sinar matahari lembut menyepuh genting pesantren (halaman 200); Kira-kira jam setengah lima sore Ayna memasuki rumah mertuanya (halaman 211); Sore itu juga Pak Kyai dan Bu Nyai meluncur ke Temanggung (halaman 225); Sore itu bersama dua relawan lain yaitu Lestari dan Mila ia mendatangi rumah kumuh itu (halaman 233); Menjelang Maghrib, Ayna mengajak mereka membaca dzikir sore (halaman 235); Sampai suatu sore ia jalan-jalan di sebuah mal di pusat kota (halaman 255); Sambil menunggu adzan Maghrib, Ayna membaca dzikir sore (halaman 282); Selepas shalat Ashar, Ayna diikuti Lestari kembali datang menjenguk Bu Nyai (halaman 298).
·         Malam à Bukti: Gerimis turun ketika para santri usai wiridan shalat Isya (halaman 33); Malam itu langit biru tua. Bintang gemintang memamerkan kerlipnya (halaman 44); Malam itu Ayna tidak bisa memejamkan mata karena memikirkan apa yang dialaminya (halaman 90); Malam itu, usai menyantap Pecel Lele yang dibelikan Atikah, Ayna bergegas sowan menemui Pakde dan Budenya (halaman 100); Malam itu Ayna agak krasan ngobrol panjang di rumah pakdenya (halaman 101); Malam itu, setelah shalawatan selesai, Bu Hajjah Muniroh, istri ketua RW yang sekaligus pemmpin para ibu-ibu di kampungnya memintanya untuk memberikan mau’izah hasanah (halaman 112); Malam itu sebelum tidur ia mendapatkan SMS dari Ningrum bahwa Bu Nyai akan datang besok (halaman 117); Malam harinya, Ayna tidak bisa tidur mencerna semua kejadian yang berlangsung selama Pak Kyai berkunjung di rumahnya (halaman 121);  Seperti malam sebelumnya, malam itu Ayna tidak bisa tidur nyenyak (halaman 122); Sudah jam delapan malam (halaman 130); Setiap malam ia terus menangis kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar melindunginya dan memberinya jalan keluar dari segala jalan kelaliman (halaman 193); Malam itu juga ia nekat mengendarai mobil menuju magelang (halaman 198), Sudah hampir jam dua belas malam ketika Ayna sampai di gerbang rumah cukup mewah di dalam Perumahan Bogor Sentausa (halaman 236); Sampai Bandung sudah malam, tidak punya sapa-siapa di sana (halaman 249);  Ia sampai di terminal Baranagsiang juga telah malam (halaman 250); Malam itu, Bu Rosidah sedang asyik membaca buku di ruang kerjanya (halaman 261); Malam itu rumah itu seperti dipenuhi bunga kebahagiaan (halaman 284); Menjelang Isya Ayna menerima kiriman video dari mila (halaman 300); Tepat pukul delapan malam lebih lima menit, Asyiq dan Afif keluar dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta (halaman 309).
·         Dini hari à Bukti: Jam tiga dini hari, rembulan bersinar terang (halaman 52); Jam tiga malam, kamar digrebek polisi (halaman 116); Suatu pagiia bangun untuk shalat malam, ponselnya bordering berkali-kali (halaman 197).
·         Sehari setelah haflah akhirussanah à Bukti: Sehari setelah haflah akhirussanah, si Tikah datang bersama temannya, Ayuk, namanya. Si Tikah mengucapkan selamat atas prestasinya dan minta maaf tidak bisa membujuk kedua orang tuanya untuk datang (halaman 78).
·         Tiga hari setelah kunjungannya ke Jogja à Tiga hari setelah kunjungannya ke Jogja, Bu Nyai mengajaknya mengobrol (halaman 87).
·         Awal pekan kedua bulan Juli à Bukti: Itu awal pecan kedua bulan Juli, Atikah masih libur sekolah, sehingga bisa menemani dan mengatur dirinya ke mana-mana dengan motor maticnya (halaman 114).
·         Tiga tahun lalu à Bukti: Ia langsung teringat kejadian tiga tahun yang lalu. Saat itu ia lulus SMP, Sri Aripah yang lebih tua setahun darinya juga lulus SMP (halaman 116)
·         Ramdhan à Bukti: Sampai bulan suci Ramadhan datang, ia belum juga mendapat kabar apa-apa dari Candiretno (halaman 159); Selama Ramadhan ia tidsak banyak melakukan kegiatan (halaman 161); Enam hari lagi lebaran (halaman 280);
·         Bulan Syawal à Bukti: Dan di akhir bulan Syawal, terjadillah apa yang ia khawatirkan (halaman 162).
·         Seminggu setelah itu à Bukti: Seminggu setelah itu, Ayna dan Atikah tampak sibuk mendaftar siapa-siapa yang akan diundang oleh Ayna (halaman 175).
·         Pada hari Kamis à Bukti: Pada hari Kamis, dua hari nsebelum akad nikah dilaksanakan, tratag didirikan (halaman 184)
c.       Latar Sosial àkehidupan di lingkungan pesantren, kehidupan masyarakat pedesaan, kehidupan masyarakat perkotaan, dan kehidupan mahasiswa di luar negeri.
4.      Plot/Alur à novel Bidadari Bermata Bening menggunakan alur campuran (maju-mundur).
5.      Sudut Pandang à novel ini menggunakan pandang orang ketiga serba tahu
6.      Gaya Bahasa
a.       Metafora à Bukti: Ratusan santriwati riuh berkerumunan seumpama kawanan bidadari (halaman 1); Jika rombongan itu seumpama bidadri, maka Ayna tampak bagaikan ratu bidadari (halaman 60);
b.      Sinestesia à Bukti: Saya hanya saku memansdang wajah Mbak Ayna. Adem dan sedap (halaman 2).
c.       Personifikasi à Bukti: Purnama menyepuh kawasan Jubaiha (halaman 323).
d.      Hiperbola à Bukti: Wajahmu yang anggun dan matamu yang bening adalah surga yang tidak ada tandingannya di atas muka bumi ini (halaman 336).
7.      Amanat Berikut beberapa amanat yang terkandung dalam novel Bidadari Bermata Bening.
a.       Agar kita menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dalam kondisi apapun, baik senang maupun susah.
b.      Agar kita menjadi orang yang sabar dan tidak mudah menyerah dalam menjalani kehidupan yang penuh rintangan.
c.       Agar kita menjadi orang yang selalu berbakti kepada orang tua dan guru serta mentaati nasihat mereka.
d.      Agar kita menjadi orang yang rendah hati dan suka menolong siapapun tanpa pamrih.
e.       Agar kita menjadi orang yang mudah memaafkan dan tidak mudah berprasangka buruk kepada orang lain.
Unsur Ekstrinsik terdiri dari:
1.      Latar Belakang Pengarang à Habiburrahman El Shirazy lahir pada tanggal 30 September 1976 di Semarang, Jawa Tengah. Selain novelis, sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini juga dikenal sebagai sutradara, dai, penyair, sastrawan, pimpinan pesantren, dan penceramah. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan, Australia, dan Komunitas Muslim di Amerika Serikat. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca
2.      Nilai-Nilai
a.       Nilai Religius              : Senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya à Bukti: Ayna mengendarai motornya sambil memperbanyak mebaca shalawat. Shalawat adah doa keselamatan dan kesejahteraan. Siapa mengirim satu shalat kepada Baginda Nabi, maka Allah akan mengirim sepuluh shalawat kepadanya. Orang itu dalam jaminan keselamatan Allah SWT (halaman 6); Tanpa ridha Ummi, semua ridha Afif akan sia-sia. Afif tidak mencari apa-apa kecuali merasakan nikmatnya dekat dengan-Nya (halaman 231).
b.      Nilai Moral                  :
·         Baik àBukti: “Ummi, mohon maafkan saya kalau saya dianggap bersalah. Saya siap menanggung hukuman apapun yang diberikan kepada saya. Namun jujur, saya merasa tidak bersalah sana sekali. Saya tidak melakukan apa-apa kecuali membela kehormatan ibu saya. Selama di pesantren ini saya dihina dan direndahkan, saya masih bisa bersabar. Dan selama ini saya tidak pernah berkelahi dengan siapapun, saya juga tidak pernah usil dan bikin masalah dengan siapapun. Saya berusaha menjadi santriwati dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan adab dan etika yang Ummi, Pak Kyai dan para ustadzah ajarkan. Saya juga berusaha menjadi sebaik-baiknya teman bagi semua santriwati di sini, kakak bagi yang lebih muda, dan adik bagi yang lebih tua…”(halaman 25); Ayna meletakkan baskom di lantai. Gadis itu lalu memasukkan kedua kaki Bu Rosidah ke dalam baskom. Dengan penuh perhatian Ayna mencuci dan memijit kaki ibu angkatnya itu (halaman 277); Gadis itu dengan cekatan menyiapkan air hangat di baskom, lalu dengan hati-hati melepas semua pakaian Bu Nyai. Lalu menyibin dengan penuh kasih sayang seolah menyibin ibu kandungnya sendiri yang sedang sakit. Usai menyibin, Ayna mencarikan pakaian ganti dan membantu Bu Nyai memakainya (halaman 300).
·         Buruk à Bukti: “Yang paling kasihan menurutku tetap Ayna. Lihat aja, dia paling-paling kan meneruskan jejak ibunyabjadi TKW. Buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya! Nilai UN-nya yang kebetulan tinggib tak akan menolongnya sama sekali!” Nyiyir Neneng yang tidak menyadari bahwa Ayna yang ia gunjing telah sampai di sampingnya bersama Zulfa (halaman 17); Teman-teman Aripah ternyata pada minum-minum dan menghisap narkoba (halaman 116); “Persetan! Mau apa tidak, maka aku akan paksa. Aku sudah biasa memeaksa perempuan!” ceracaunya setengah mabuk (halaman 194).
c.       Nilai Pendidikan        
·         Pentingnya mencari ilmu dengan sungguh-sungguh à Bukti: Saat masih muda, saat masih dalam fase menuntut ilmu sebaiknya jangan memikirkan kecuali ilmu. Ingat, ilmu itu tidak akan di dapat kecuali dengan di kejar dengan sungguh-sungguh… (halaman 56).
·         Sejarah à Bukti: “Lha dua bulan setelah itu terjadi peristiwa mengerikan di Indonesia. Yaitu pemberontakan G 30/S/PKI. PKI ingin menguasai Indonesia dengan cara licik dan berdarah. Sebelumnya PKI pernah melakukan pemberontakan diberdarah tahun 1948 di Madiun. Umat Islam bersatu dengan TNI berhasil menumpas pemberontakan G 30 S/PKI. Akhirnya PKI yang ingin menjadikan Indonesia negara komunis dibubarkan dan di larang di Indonesia.” (halaman 105).
·         Prosedur naik pesawat à Bukti: Ternyata proses naik pesawat tidak sesederhana naik bis. Barang-barang bawaan diperiksa lewat alat detector. Lapor dulu untuk mendapatkan nomor tempat duduk dan mendapatkan kertas yang disebut boarding pass. Dan dua puluh menit sebelum pesawat terbang, penumpang dipanggil untuk naik pesawat (halaman 126).
d.      Nilai Sosial à Bukti: Ayna memimpin shalawatan dalam pengajian rutin pecan ibu-ibu di kampungnya. Empat hari di kampung ia sudah langsung menyatu dengan denyut kehidupannya. Semua menyambutnya. Anak-anak remaja memintanya untuk membagi pengalamannya belajar di pesantren dan pengalamannya bisa meraih nilai UN yang menakjubkan. Guru-guru di SMP dulu memintanya menjadi pembicara pengajian OSIS menyambut bulan Ramadhan… (halaman 111); Sudah setengah tahun Ayna membina anak-anak itu. Dengan kemampuan yang ia punya, ia ajar mereka pelajarang sekolah (halaman 232); Ia terlibat aktif di dua pengajian, yaitu pengajian para pegawai dan karyawan Tsania Spa & Skin Care dan pengajian majelis taklim ibu-ibu di perumahan sebelah yang diasuh oleh Ustadzah Fatimah. Selain itu, Ayna juga memimpin gerakan muslimah peduli anak jalanan (halaman 265).
e.       Nilai Budaya à Bukti: Dalam sambutannya, Kyai Sobron menyampaikan seseuatu yang unik, bahwa sudah menjadi tradisi, di Pesantren Kanzul Ulum para pejabat yang hadir, sepenting apapun, sambutannya akan diwakili oleh Pak RT setempat (halaman 64); Pertemuan dua keluarga untuk membahas hari dan tanggal akad nikah, dan walimatul ursy serta segala tetek bengek terkait hal itu dilaksanakan di rumah Pak Kasmono (halaman 169); Mereka menghindari acara masuk bulan Muharram atau bulanSuro (halaman 169-170); Sebagai bentuk unggah-unggu, ia meminta izin Bu Rosidah ketika mau ikut kuliah akhir pecan (halaman 260).
Adapun analisis strukturalisme genetik novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy, meliputi: (1) fakta kemanusiaan, terdiri dari fakta kemanusiaan kreasi kultural menjelaskan karakteristik budaya kehidupan sosial di dalam pesantren, fakta kemanusian aktivitas sosial menjelaskan kehidupan sosial yang dialami tokoh dalam cerita, fakta kemanusiaan aktivitas politik menjelaskan gambaran politik di dalam cerita; (2) subjek kolektif, meliputi kelompok priyayi dan subjek kolektif orang biasa (orang kecil), perbedaan tersebut dilihat melalui bahasa, pekerjaan, dan tempat tinggal; (3) pandangan dunia pengarang Habiburrahman El Shirazy adalah pandangan agama Islam.
Berdasarkan uraian di atas, novel Bidadari Bermata Bening dapat dikatakan sebagai karya sastra yang bermutu dan sangat layak untuk dibaca oleh masyarakat. Habiburrahman El Shirazy mampu mengaitkan berbagai unsur sehingga menjadi satu kesatuan berupa kisah perjalanan hidup bernuansa islami yang menarik dan bisa menjadi media pembangun jiwa bagi pembacanya.
D.    PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disajikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy terdapat berbagai unsur yang saling berkolerasi satu dengan yang lain. Antara tema, tokoh, dan alur cerita yang bernuansa islam ini memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita tersebut dan latar belakang Habiburrahman El Shirazy selaku pengarangnya yang juga pernah berkecimpung di lingkungan pesantren serta kuliah di luar negeri. Pengarang mampu mengemas sebuah cerita dengan bahasa yang lugas dan bernilai estetika sehingga pembaca akan dengan mudah memahami jalan ceritanya. Selain itu, nilai-nilai dalam novel ini pun bisa membangun jiwa pembacanya dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis ingin memberikan saran kepada: (1) pembaca, tulisan ini hendaknya mampu meningkatkan rasa cinta terhadap karya sastra Indonesia; (2) pendidik, novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra karena mengandung nilai religious, pendidikan, moral, sosial, dan budaya; (3) peneliti, tulisan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam melaksanakan penelitian di masa yang akan datang. Namun, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini.
Daftar Pustaka
Shirazy, H. E. (2017). Bidadari Bermata Bening. Jakarta: Republika.

 Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo. (2013). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Maman S. Mahayana. (2013). Kitab Kritik  Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Raminah Baribin. (1987). Kritik dan Penilaian Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
H.B. Jasin. (1983). Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia. Jakarta: PT Gramedia.
D. W. Fokkema. (1988). Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Anggota IKAPI. (1988). Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius.
Sumber dari internet:
Skripsi Rosi Okta <http://digilib.unila.ac.id/31108/16/SKRIPSI>
E-Jurnal <http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya-bahtera/article/view/5240/4796>
Artikel <http://repository.unja.ac.id/3210/1/ARTIKEL>
https://id.wikipedia.org/wiki/Habiburrahman_El_Shirazy
https://dwiasteuu29.blogspot.com/2018/05/resensi-novel-bidadari-bermata-bening.html






No comments:

Post a Comment