A.
PENDAHULUAN
Sastra merupakan sebuah karya tentang cerminan
kehidupan masyarakat yang mengandung nilai-nilai dalam segala aspek, berupa
nilai moral, ahlak, dan budi pekerti. Menurut Luxemburg dkk, sastra adalah teks
yang mengandung unsur fisionalitas, diolah secara istimewa, dapat dibaca
menurut tahap arti yang berbeda-beda, dan termasuk teks-teks yang tidak melulu
disusun untuk tujuan komunikatif. Sastra juga diartikan sebagai segala sesuatu
yang tertulis, dibatasi pada maha karya (great books), dan termasuk karya
imajinatif. (Renne Wellek dan Austin Warren)
Karya sastra merupakan satuan yang dibangun atas
hubungan antara tanda dan makna,
antara ekspresi dengan pikiran, antara aspek luar dengan aspek dalam (Faruk,
2014). Karya sastra juga disebut sebagai sebuah karya yang pada hakikatnya
dibuat dengan mengedepankan aspek
keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan (Setyorini, 2014). Novel merupakan salah satu jenis
karya sastra. Novel diciptakan seorang pengarang berdasarkan pengalaman yang
sedang dan atau pernah dialami dan dirasakan sebagai suatu masalah. Dengan
masalah itu, pengarang berusaha menyampaikan kembali melaui media behasa dengan
memperhatikan nilai-nilai dan unsur estetika sehingga terbentuk sebuah novel
yang diharapkan mampu menarik perhatian pembaca, misalnya novel Bidadari Bermata Bening.
Untuk menilai bermutu atau tidaknya, termasuk
mendefinisikan, menggolongkan, mengananalisis, menentukan nilai seni, dan
memaknai karya sastra diperlukan sebuah kritik sastra. Oleh karena itu, pada
tulisan ini akan dijelaskan bagaimana kritik terhadap novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman
El Shirazy.
Dari permasalahan di atas, maka pada tulisan ini
pendekatan yang digunakan dalam mengkritik novel adalah structuralisme genetic.
Sedangkan metode kritik sastra yang digunakan adalah metode analitik. Metode
analitik atau metode bedah karya sastra, mengutamakan bagian-bagian dulu
barulah penghayatan totalitas. (Barabin, 1987)
Adapun tujuan
yang diharapkan dari tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan kritik terhadap
novel Bidadari Bermata Bening karya
Habiburrahman El Shirazy dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetic
dan metode analitik.
B.
KAJIAN TEORI
Kritik Sastra
Kritik sastra adalah salah satu dari tiga bidang studi
sastra, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra (Wellek dan
Werren, 1968: 27). Teori sastra
adalah bidang studi sastra yang membicarakan pengertian, hakikat, prinsip,
jenis, latar belakang, dan susunan sastra serta prinsip-prinsip penilaian
sastra. Sejarah Sastra adalah bidang
studi sastra yang membicarakan periodisasi dan perkembangan sastra. Kritik Sastra adalah bidang studi
sastra yang membicarakan karya sastra secara langsun: menganalisis,
menginterpretasi, dan menganalisis karya sastra. Ketiga bidang studi tersebut memiliki
hubungan yang sangat erat dan saling melengkapi.
Menurut H.B. Jassin, kritik sastra merupakan
pertimbangan baik buruk karya sastra, penerangan dan penghakiman karya
sastra. Definisi tersebut diterapkan
dalam bukunya yang berjudul “Analisa” dan “Kesusasteraan Indonesia Modern dalam
Kritik dan Esai”. Sementara itu, M. H. Abrams mendefinisikan kritik sastra
sebagai studi yang berhubungan dengan pendefinisian, penggolongan (pengkhasan),
penguraian (analisi), dan penilaian (evaluasi) karya sastra.
Tugas utama kritik sastra adalah menentukan penilaian
dan menentukan karya sastra yang bernilai dan tidak bernilai. Karya sastra juga
berperan sebagai peningkat apresiasi sastra di tengah masyarakat. (Barabin,
1987)
Berdasarkan uraian di atas, kritik sastra berfungsi:
1) menunjang perkembangan ilmu sastra; 2) membina apresiasi sastra sehingga
memberikan penerangan bagi masyarakat; 3) membina dan mengembangkan sastra
(peningkatan mutu karya sastra).
Dalam mengkritik sebuah karya sastra dapat menggunakan
berbagai pendekatan dan metode kritik sastra, salah satunya adalah structuralisme
genetik. Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra secara
struktural yang tak murni
(Endraswara, 2013: 55). Strukturalisme genetik dapat dipandang sebagai salah
satu teori kesastraan yang
menghubungkan antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya
(Endraswara, 2013: 57). Dalam
analisis strukturalisme genetik, karya sastra dipandang dari dua sudut, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Analisis
diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai data
dasarnya. Selanjutnya, berbagai unsur akan dihubungkan dengan realitas masyarakatnya
seperti aspek sosial, agama, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Novel
Menurut Aminuddin (2014: 125) novel adalah cerita,
karena fungsi novel adalah bercerita. Menurut Purba (2012: 64) novel lebih
mengacu kepada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang mendalam. Novel
merupakan cerminan realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Teeuw (1984:
249) mengemukakan bahwa “hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra
adalah hubungan dialektik. Karya sastra dinilai sebagai cerminan dari realitas
kehidupan sehari-hari”. Akan tetapi karya sastra tidak semata-mata merupakan
jiplakan dari dunia nyata, melainkan adanya proses kreatif yang berlandaskan
realita yang ada. Cerita yang terdapat dalam novel memuat permasalahan manusia
dengan manusia, manusia dengan lingkungannya serta dengan pencipta-Nya.
Novel memiliki dua unsur pembangun cerita yaitu unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam karya
sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang terdapat dari
luar cerita namun ikut membangun karya sastra.
Adapun unsur intrinsic novel terdiri dari: tema (ide
atau gagasan yang mendasari cerita); tokoh dan penokohan (pelaku dalam cerita dan
perwatakannya); setting/latar (yaitu tempat, waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa); plot/alur (serangkaian peristiwa yang membentuk
jalannya cerita), sudut pandang (cara pandang pengarang dalam menempatkan
dirinya pada cerita), gaya bahasa (suatu corak dalam pemilihan bahasa yang
digunakan oleh penulis untuk menyampaiakan cerita), dan amanat (pesan yang
ingin di sampaiakan pengarang melalui cerita). Sedangkan unsur ekstrinsik nover
terdiri dari: latar belakang pengarang, latar belakang masyarakat, dan
nilai-nilai.
C.
PEMBAHASAN
Analisis Strukturalisme Genetik Novel
Bidadari Bermata Bening
Novel “Bidadari
Bermata Bening” Karya Habiburrahman El Shirazy terdiri dari unsur intrinsic
dan unsur ekstrinsik. Berikut adalah hasil analisis unsur-unsur pembangun dalam
novel tersebut.
Unsur intrinsik, terdiri dari:
1.
Tema à Tema pada novel Bidadari
Bermata Bening adalah Percintaan dan Perjuangan Hidup.
2.
Tokoh dan Penokohan
a. Protagonis (tokoh yang sejalan dengan jalannya cerita)
1)
Ayna Mardeya à religious, pandai, sabar, suka menolong, baik hati,
tidak pendendam, jujur, bijaksana, berbakti kepada orang tua, mandiri.
2)
Muhammad Afifudin
(Gus Afif) à
religious, sabar, pandai, baik hati, mandiri, setia, berbakti kepada orang tua,
bertanggung jawab.
b. Antagonis (tokoh yang menyimpang dari jalannya cerita)
1)
Pakde Darsun dan
Bude Tumijah à
tamak, gila harta, kurang sopan.
2)
Yoyok à licik, tamak, kurang sopan, sombong.
3)
Pak Kasmono à licik, tamak, kurang sopan, sombong.
4)
Neneng à Kurang sopan, sombong, suka menghina, sensitive.
c. Tritagonis (tokoh yang bersikap netral atau menjadi
penengah)
1)
KH. Sobron Ahsan
Muslim, Lc. à
religious, baik, bijaksana.
2)
Bu Nyai Nur
Fauziah à
religious, baik hati, bijaksana.
3)
Bu Rosidah à baik hati, suka menolong, bijaksana.
d. Tokoh Tambahan (tokoh yang hanya muncul sebagai tokoh
figuran)
Gus Asif Barkhiya, Gus Asyiq, Mbak Malihah, Gus
Naufal, Kyai Yusuf Badrudduja, Rohmatun, Mba Ningrum, Istiqomah (Ibu Ayna), Lelaki
Berkumis tebal di Pasar, Pak Maksum penjual daging ayam, Mbok Yem penjual ikan
lele, Pak Darsono penjual ikan, Bu Tuminah penjual ikan, Yu Darsih penjual
ikan, Zulfa, Mbak Titin, Romlah, Kyai Tayyib dari Cirebon, Neng Hilwa, Ustadzah Reni, Ustadzah Wiwik,Orang tua
Neneng, Paklik Neneng, Dua sastrawan penulis novel islami, Laila, Kang Badri,
Pembawa acara, Pak RT, Mas Tono, Mbak Ripah, Tikah, Ayuk, Anak muda di rumah
Gus Yusuf, Kakek tukang ojek, Faros, Fina, Bu Latifah, Ibu Hj Muniroh, Mbah
Kamali, Mbah Rukmini, Mbak Rosa, Budi, Pemandu wisata di Lombok, Bu Ahsani,
Endang Purwanti, Minah, Pak Brams Margojaduk, Pramugara, Sang Kerabat, Lestari,
Mila Badriyah, Uun Sholihatun, Alim,
Lindri, Rodin, Mbok Sani, Seorang Satpam, Mbok Mur, Mbok Ginah, Bu Nurjanah,
Ratih, Mpok Wati, Ustadzah Fatimah, Bu Titik, Simbah Kyai Hmdan Baijuri, Humaidun, Pelayan restoran,
keluarga Arab, Ameera.
3.
Setting/Latar
a. Latar Tempat
·
Dapur pesantren à Bukti: Di dapur
yang dikelola Bu Nyai Nur Fauziyah, ratusan santriwati riuh berkerumunan
seumpama kawanan bidadari. (halaman 1); Di
pojok dapur, di tempat agak gelap, Bu Nyai Nur Fauziah mendengar pembicaraan
itu dengan air mata meleleh (halaman 54).
·
Di perjalanan à
Bukti: Ia tidak berani memacu lebih kencang, jalanan
tampak licin karena masih basah oleh air hujan (halaman 6); Dalam perjalanan pulang Ayna membayangkan
jika ia bisa nyantri di pesantrennya Kyai Yusuf Badrudduja bareng mbak-mbak
yang ramah dan baik hati itu sambil kuliah, duh alangkah bahagianya (halaman
86); Hujan itu ternyata merasa di
sepanjang jalan menuju Semarang (halaman 94); Sepanjang jalan, Ayna lebih banyak diam (halaman 125); Memasuki tol Semarang-Bawen ia berkejaran
dengan bus Malam dari Jakarta (halaman 198); Ia tidak bisa menunggu, maka ia nekat memacu motornya menembus hutan
jati dan hutan karet menuju Salatiga (halaman 220); Ia berani melaju di atas serratus dua puluh kilometer per jam sepanjang
Tol Cipali (halaman 287); Malam itu,
dengan mengendarai sedan Elantra merah, Ayna dan Afif berjalan-jalan menyusuri
jalanan Kota Amman yang rapid an bersih (halaman 331).
·
Pasar Pahing
Secang à
Bukti: Pasar Pahing secang masih ramai.
Ayna lega. Ia memakirkan sepeda motor di tempat langganannya. (halaman 7).
·
Pasar Secang à Bukti: Tanpa
membuang waktu, Ayna meluncur ke Pasar Secang menembus derai hujan yang kembali
turun. Akhirnya ia mendapatkan ikan tongkol dari lapak Yu Darsih, meskipun
harganya sedikit mahal dibandingkan Bu Tuminah. (halaman 9).
·
Taman sekolah à Bukti: Belasan
santriwati masih ramai berbincang dan berkelekar di taman sekolah, tak jauh
dari kantor guru (halaman 17).
·
Ruang tamu Kyai
Sobron à
Bukti: Suasana di ruang tamu rumah Pak
Kyaib Sobron tampak tegang. (halaman 34); Ruang tamu Kyai Sobron itu biasanya adem dan lapang, tetapi siang itu suasananya terasa sumpek
seolah dipenuhi asap menyasakkan dada (halaman 134).
·
Serambi Masjid à Bukti: Mereka beranjak dari serambi masjid menuju
lapangan desa yang terletak di samping pesantren, tempat dimana panggung
pagelaran wayang kulit didirikan (halaman 43); Di serambi masjid, mereka bertiga mencurahkan kerinduan (halaman
228).
·
Kamar mandi Kyai
Sobron à
Bukti: Ayna mendengarkan gending itu
sambil mencuci pakaian di kamar mandi Kyai Sobron (halaman 44).
·
Ruang tengah à ”Injih Mi, nanti saya teani Dik Naufal” -
“Dia di ruang tengah lagi main game. Cepetan, ya.” - “Injih Mi.” - Usai
menjemur cucian, Ayna menemui si kecil Naufalyang sedang menatap layar laptopasyik
main game. Ayna duduk di samping Naufal (halaman 46).
·
Kamar Aynaà Bukti: Ayna
bergegas ke dapur tanpa menutup pintu kamarnya (halaman 55); Ia menuju kamarnya dan membuka kamar almari
pakaiannya (halaman 198); Ayna jadi
teringat perjalanan panjangnya hingga bisa rebahan di kamar itu (halaman
246).
·
Panggung perayaan
Haflah Akhirussanah Pondok Pesantren Kanzul Ulum à Bukti: Kyai
Sobron naik ke panggung bersama Gus Afif dengan senyum lebar diiringi senyum
dan tawa para hadirin (halaman 69). Para
santri belum pernah menyaksikan Kyai Sobron meneteskan air mata di atas
panggung seperti yang terjadi pada hari itu (halaman 71).
·
Beranda asrama à Bukti: Ayna
duduk sendirian di beranda asrama Rabi’ah Al Adawiyah yang sepi (halaman
73).
·
Yogyakarta à Bukti: Sudah
lama ia mendengar Kota Yogyakarta, tapi baru hari itu ia baru menginjak kota
yang pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia itu. Kira-kira jam sepuluh pagi
rombongan itu sudah memasuki Kota Yogyakarta (halaman 81).
·
Pesantren
Mahasiswa Al Manhal Al Islami (Rumah KH. Yusuf Badrudduja) à Bukti: Mobil
Innova Silver itu memasuki halaman sebuah rumah yang asri. Di samping rumah ada
gerbang kecil, di atas gerbang ada plang bertuliskan “Pesantren Mahasiswa Al
Manhal Al Islami” (halaman 82); Ayna
duduk dengan sikap menunduk. Ia tidak berani melihat-lihat. Tapi sekilas tadi
saat masuk ia melihat foto KH. Yusuf Badrudduja bersama seorang ulama memakai
jubah dan serban putih di kepalanya. Ia langsung tahu ini adalah rumah mubaligh
muda terkenal itu (halaman 83); Mereka
berada di rumah Kyai Yusuf Badrudduja cukup lama (halaman 85).
·
Terminal Secang à Bukti: Gerimis
tipis turun ketika Ayna sampai di terminal Secang, diantar Mbak Ningrum dengan
sepeda motor (halaman 94).
·
Terminal Terboyo à Bukti: Akhirnya
ia sampai di terminal Terboya (halaman 95)
·
Rumah Ayna di
Kaliwenang à
Bukti: Benar seperti yang ia duga, ia
sampai di depan rumah nya ketika adzan Maghrib berkumandang (halaman 97); Jam sebelas siang mobil Innova Silver
memasuki halaman rumah Ayna (halaman 118); Mereka berdiri di beranda rumah Ayna sambil bermain ponsel dan sesekali
melongok ke jalan (halaman 123).
·
Rumah Pakde dan
Bude à Bukti: Malam itu Ayna agak krasan ngobrol panjang
di rumah pakdenya (halaman 101).
·
Halaman depan
pesantren à
Bukti: Saat itu hari Jumat pagi, ibunya
datang menjenguknya di pesantren, dan mengajaknya berbincang berdua sambil
duduk di bangku di bawah pohon sawo yang ada di depan halaman pesantren (halaman
104).
·
Semarang à Bukti: Ternyata
di Semarang nyewa tiga kamar, Aripah dan teman-temannya bikin acara sampai
malam (halaman 116).
·
Pesawat à Bukti: Matanya
tidak berkedip memandang keluar jendelaketika pesawat mulai naik (halaman
126).
·
Bandara à Bukti: Mereka
transit di Bndara Juanda Surabaya, lalu pindah pesawat untuk terbang ke
Mataram, Nusa Tenggara Barat (halaman 128); Pukul satu siang waktu setempat mereka keluar dari pintu kedatangan
Lompok International Airport, Mataram (halaman 126); Asyiq dan Afif keluar dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta (halaman
309).
·
Hotel à Bukti: Ayna
masuk di hotel Senggigi Sentosa (halaman 129).
·
Ruang tamu Mbah
Kamali à
Bukti: Ayna duduk di kursi kayu ruang
tamu Mbah Kamali (halaman 164); Malam
itu Ayna rebahan di kamarnya di hotel UGM dengan hati berbunga-bunga (halaman315).
·
Rumah Pak Kasmono à Bukti: Pertemuan
dua keluarga untuk membahas hari dan tanggal akad nikah, dan walimatul ursy
serta segala tetek bengek terkait hal itu di adakan di rumah Pak Kasmono (halaman
169); Kira-kira jam setengah lima sore
Ayna memasuki rumah mertuanya (halaman 211).
·
Rumah Yoyok à Bukti: Setelah
pesta ngunduh mantu di rumah Pak Kusmono usai, Ayna diboyong oleh Yoyok untuk
menempati rumah baru mereka di Kota Purwodadi (halaman 188).
·
Rumah Sakit à Bukti: Pak
Kyai, Bu Nyai, Gus Asyiq, Mbak Malihah, Mbak Ningrum, Mbak Titin, Kang Badri,
dan beberapa santri lelaki tampak menunggu di lorong rumah sakit depan ICU (halaman
199); Ia berangkat dari Bogor jam sebelas
siang, dan memasuki Rumah Sakit Sardjito hampir jam dua belas malam (halaman
288);
·
Salatiga à Bukti: Akhirnya
ia menitipkan motornya di Pasar Sapi Salatiga (halaman 220).
·
Kereta à Bukti: Kereta
ekssekutif itu meluncur sangat cepat (halaman
221).
·
Ambar Ketawang à Bukti: Selama
satu minggu, hampir setiap pagi mereka memburu Afif ke Ambar Ketawang (halaman
224).
·
Depan MI Darul
Falah, Batursari à
Bukti: Mereka memarkir mobil di bawah
pohon sawo, tak jauh dari gerbang MI Darul Falah (halaman 225).
·
Mobil à Bukti: Di dalam
mobil, Afif duduk di samping ibunya (halaman 226).
·
Rumah kumuh à Bukti: Sore itu
bersama dua relawan lain yaitu Lestari dan Mila ia mendatangi rumah kumuh itu (halaman
233);
·
Rumah Bu Rosidah (di
Perumahan Bogor Sentausa) à
Bukti: Sudah hampir jam dua belas malam
ketika Ayna sampai di gerbang rumah cukup mewah di dalam Perumahan Bogor
Sentausa (halaman 236);
·
Bandung à Bukti: Sampai
Bandung sudah malam, tidak punya sapa-siapa di sana (halaman 249).
·
Rumah Bu Nurjanah à Bukti: Hampir
seharian ia berada di rumah teman ibunya itu (halaman 250).
·
Bogor àBukti: Lalu ia
ke Bogor. Dan lagi-lagi tidak ada tempat yang jelas ia tuju. Ia sampai di
terminal Baranagsiang juga telah malam (halaman 250).
·
Rumah Ratih à Di rumah itu
Mbak Ratih, saat itu Cuma berdua dengan seorang pembantu sudah tua, namanya
Mpok Wati (halaman 251); Sampai di
rumah Ratih, ia menemukan Mpok Wati menangis tersedu-sedu (halaman 253).
·
Kafe à Bukti: Di sana
ia diminta memakai seragam kafe (halaman 252).
·
Toko mainan
anak-anak àBukti:
Sampai akhirnya dia diterima kerja di
toko mainan anak-anak (halaman 252).
·
Sebuah mal di
pusat kota à
Bukti: Sampai suatu sore ia jalan-jalan
di sebuah mal di pusat kota (halaman 255).
·
Restoran à Bukti: Ibu itu
mengajak Ayna di sebuah restoran yang ada di dekat situ (halaman 256).
·
Kantor PT. Tsania
Waras Rezekia à
Bukti: Hari itu juga Ayna resmi kerja di
Kantor PT. Tsania Waras Rezekia (halaman 259).
·
Bait Ibni Sabil à Bukti: Kira-kira
jam sepuluh pagi musyawarah di Bait Ibni Sabil selesai(halaman 272).
·
Kawasan Jubaiha,
Amman à
Bukti: Purnama menyepuh kawasan Jubaiha.
Daribalkon apartemennya di lantai lima, Ayna menikmati suasana senja
(halaman 323).
·
Fakhreldin
Restaurant à Bukti: Seorang
pelayan mempersilakan mereka dudik di situ (halaman 332).
b.
Latar Waktu
·
Pagi à Bukti : Angin
dingin mendesau mengibarkan jilbab para santriwati yang sedang berjalan menuju
tempat sarapan pagi (halaman 1); Pagi itu suasana mendung, meskipun tipis,
titak tebal (halaman 59); Pagi itu
cerah, terang tanpa hujan (halaman 73); Kira-kira
jam sepuluh pagi rombongan itu sudah memasuki Kota Yogyakarta (halaman 81);
Saat itu hari Jumat pagi, ibunya datang
menjenguknya di pesantren, dan mengajaknya berbincang berdua sambil duduk di
bangku di bawah pohon sawo yang ada di depan halaman pesantren (halaman
104); Pagi-pagi sekali setelah bangun
tidur ia memberitahu kabar itu kepada pakde dan budenya (halaman 117); Pagi itu juga ia pinjam tikar RT (halaman
118); Pagi itu matahari bersinar terang (halaman
123); Adzan Shubuh terdengar nyaring
bersahutan (halaman 163); Shalat Shubuh pagi itu diimami oleh Mbah
Kami (halaman 164); Pagi itu ia
mendapat masukan berharga (halaman 165); Pagi itu Gus Afif menghirup udara segar (halaman 187); Akhirnya ia dapat kereta Bandung jam 11
siang (halaman 220); Sayup-sayup
terdengar adzan Shubuh berkumandang (halaman 243); Pagi harinya nasi goreng ikan asin yang disuguhkan Mbak Ratih
membuatnya merasakenyang (halaman 251); Kira-kira
jam sepuluh pagi musyawarah di Bait Ibni Sabil selesai (halaman 272); Pagi itu kesibukan besar terjadi di Pondok
Pesantren Kanzul Ulum, Candiretno (halaman 316).
·
Siang à Bukti: Jam
sebelas siang mobil Innova Silver memasuki halaman rumah Ayna (halaman
118); Usai makan siang Pak Kyai dan
rombongan shalat Zhuhur dan Ashar jama’ tadqim dan qashar di situ, lalu
melanjutkan perjalanan ke Pati (halaman 121); Pukul satu siang waktu setempat mereka keluar dari pintu kedatangan
Lompok International Airport, Mataram (halaman 126); Usai makan siang, Saprul mengarahkan laju bus mini itu ke Hotel
Nusantara Jaya, sebuah hotel bintang lima di Pantai Senggigi (halaman 129);
Ruang tamu Kyai Sobron itu biasanya adem
dan lapang, tetapi siang itu suasananya
terasa sumpek seolah dipenuhi asap menyasakkan dada (halaman 134); Siang itu matahari seperti membakar
Kaliwenang (halaman 142); Sehari
sebelum akad nikah, tepatnya siang hari usai shalat Jumat, Mbak Ningrum dan
Titin datang (halaman 185); Hari
berikutnya, pagi-pagi sekali Pak Kyai dan Bu Nyai pergi ke tempat yang di
maksud dengan memakai mobil kijang kotak milik kerabart itu (halaman 225); Setelah shalat Zhuhur, ia meluncur ke kantor Tsania Spa & Care (halaman
273).
·
Sore à Bukti: Sore itu
Ayna disidang oleh Bu Nyai Fauziya, Kyai Sobron, Ustadzah Reni yang bertanggung
jawab di asrama Robi’ah Al Adawiyah tempat Ayna bernaung, dan Ustadzah Wiwik
yang menjadi wali kelas Ayna dan Neneng. (halaman 24); Sore itu matahari bersinar lembut (halaman 41); Usai sholat ashar, Rohmatun mengajak Ayna
untuk melihat panggung wayang kulit (halaman 42); Hari sudah sore (halaman 96); Benar
seperti yang ia duga, ia sampai di depan rumah nya ketika adzan Maghrib
berkumandang (halaman 97); Suatu sore
Aripah mengajaknya jalan-jalan ke Semarang bareng teman-temannya(halaman
116); Selepas shalat Ashar, Ayna diikuti
Lestari kembali datang menjenguk Bu Nyai (halaman 298); Sore itu sinar matahari lembut menyepuh
genting pesantren (halaman 200); Kira-kira
jam setengah lima sore Ayna memasuki rumah mertuanya (halaman 211); Sore itu juga Pak Kyai dan Bu Nyai meluncur
ke Temanggung (halaman 225); Sore itu
bersama dua relawan lain yaitu Lestari dan Mila ia mendatangi rumah kumuh itu (halaman
233); Menjelang Maghrib, Ayna mengajak
mereka membaca dzikir sore (halaman 235); Sampai suatu sore ia jalan-jalan di sebuah mal di pusat kota (halaman
255); Sambil menunggu adzan Maghrib, Ayna
membaca dzikir sore (halaman 282); Selepas
shalat Ashar, Ayna diikuti Lestari kembali datang menjenguk Bu Nyai (halaman
298).
·
Malam à Bukti: Gerimis
turun ketika para santri usai wiridan shalat Isya (halaman 33); Malam itu langit biru tua. Bintang gemintang
memamerkan kerlipnya (halaman 44); Malam
itu Ayna tidak bisa memejamkan mata karena memikirkan apa yang dialaminya (halaman
90); Malam itu, usai menyantap Pecel Lele
yang dibelikan Atikah, Ayna bergegas sowan menemui Pakde dan Budenya (halaman
100); Malam itu Ayna agak krasan ngobrol
panjang di rumah pakdenya (halaman 101); Malam itu, setelah shalawatan selesai, Bu Hajjah Muniroh, istri ketua
RW yang sekaligus pemmpin para ibu-ibu di kampungnya memintanya untuk memberikan
mau’izah hasanah (halaman 112); Malam itu sebelum tidur ia mendapatkan SMS dari
Ningrum bahwa Bu Nyai akan datang besok (halaman 117); Malam harinya, Ayna tidak bisa tidur mencerna semua kejadian yang
berlangsung selama Pak Kyai berkunjung di rumahnya (halaman 121); Seperti
malam sebelumnya, malam itu Ayna tidak bisa tidur nyenyak (halaman 122); Sudah jam delapan malam (halaman 130); Setiap malam ia terus menangis kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa agar melindunginya dan memberinya jalan keluar dari segala
jalan kelaliman (halaman 193); Malam
itu juga ia nekat mengendarai mobil menuju magelang (halaman 198), Sudah hampir jam dua belas malam ketika Ayna
sampai di gerbang rumah cukup mewah di dalam Perumahan Bogor Sentausa (halaman
236); Sampai Bandung sudah malam, tidak
punya sapa-siapa di sana (halaman 249);
Ia sampai di terminal Baranagsiang
juga telah malam (halaman 250); Malam
itu, Bu Rosidah sedang asyik membaca buku di ruang kerjanya (halaman 261); Malam itu rumah itu seperti dipenuhi bunga
kebahagiaan (halaman 284); Menjelang
Isya Ayna menerima kiriman video dari mila (halaman 300); Tepat pukul delapan malam lebih lima menit,
Asyiq dan Afif keluar dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta (halaman 309).
·
Dini hari à Bukti: Jam tiga
dini hari, rembulan bersinar terang (halaman 52); Jam tiga malam, kamar digrebek polisi (halaman 116); Suatu pagiia bangun untuk shalat malam,
ponselnya bordering berkali-kali (halaman 197).
·
Sehari setelah
haflah akhirussanah à
Bukti: Sehari setelah haflah
akhirussanah, si Tikah datang bersama temannya, Ayuk, namanya. Si Tikah
mengucapkan selamat atas prestasinya dan minta maaf tidak bisa membujuk kedua
orang tuanya untuk datang (halaman 78).
·
Tiga hari setelah kunjungannya
ke Jogja à
Tiga hari setelah kunjungannya ke Jogja,
Bu Nyai mengajaknya mengobrol (halaman 87).
·
Awal pekan kedua bulan
Juli à Bukti: Itu awal pecan kedua bulan Juli, Atikah
masih libur sekolah, sehingga bisa menemani dan mengatur dirinya ke mana-mana
dengan motor maticnya (halaman 114).
·
Tiga tahun lalu à Bukti: Ia
langsung teringat kejadian tiga tahun yang lalu. Saat itu ia lulus SMP, Sri
Aripah yang lebih tua setahun darinya juga lulus SMP (halaman 116)
·
Ramdhan à Bukti: Sampai
bulan suci Ramadhan datang, ia belum juga mendapat kabar apa-apa dari
Candiretno (halaman 159); Selama
Ramadhan ia tidsak banyak melakukan kegiatan (halaman 161); Enam hari lagi lebaran (halaman 280);
·
Bulan Syawal à Bukti: Dan di
akhir bulan Syawal, terjadillah apa yang ia khawatirkan (halaman 162).
·
Seminggu setelah
itu à Bukti: Seminggu setelah itu, Ayna dan Atikah tampak
sibuk mendaftar siapa-siapa yang akan diundang oleh Ayna (halaman 175).
·
Pada hari Kamis à Bukti: Pada
hari Kamis, dua hari nsebelum akad nikah dilaksanakan, tratag didirikan (halaman
184)
c. Latar Sosial àkehidupan di lingkungan pesantren, kehidupan
masyarakat pedesaan, kehidupan masyarakat perkotaan, dan kehidupan mahasiswa di
luar negeri.
4.
Plot/Alur à novel Bidadari
Bermata Bening menggunakan alur campuran (maju-mundur).
5.
Sudut Pandang à novel ini menggunakan pandang orang ketiga serba tahu
6.
Gaya Bahasa
a. Metafora à Bukti: Ratusan
santriwati riuh berkerumunan seumpama kawanan bidadari (halaman 1); Jika rombongan itu seumpama bidadri, maka
Ayna tampak bagaikan ratu bidadari (halaman 60);
b. Sinestesia à Bukti: Saya
hanya saku memansdang wajah Mbak Ayna. Adem dan sedap (halaman 2).
c. Personifikasi à Bukti: Purnama
menyepuh kawasan Jubaiha (halaman 323).
d. Hiperbola à Bukti: Wajahmu
yang anggun dan matamu yang bening adalah surga yang tidak ada tandingannya di
atas muka bumi ini (halaman 336).
7.
Amanat Berikut
beberapa amanat yang terkandung dalam novel Bidadari
Bermata Bening.
a. Agar kita menjadi orang yang senantiasa mendekatkan
diri kepada-Nya dalam kondisi apapun, baik senang maupun susah.
b. Agar kita menjadi orang yang sabar dan tidak mudah
menyerah dalam menjalani kehidupan yang penuh rintangan.
c. Agar kita menjadi orang yang selalu berbakti kepada
orang tua dan guru serta mentaati nasihat mereka.
d. Agar kita menjadi orang yang rendah hati dan suka
menolong siapapun tanpa pamrih.
e. Agar kita menjadi orang yang mudah memaafkan dan tidak
mudah berprasangka buruk kepada orang lain.
Unsur Ekstrinsik terdiri dari:
1.
Latar Belakang
Pengarang à
Habiburrahman El Shirazy lahir pada tanggal 30 September 1976 di Semarang, Jawa
Tengah. Selain novelis, sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini juga
dikenal sebagai sutradara, dai, penyair, sastrawan, pimpinan pesantren, dan
penceramah. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tetapi juga
di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan,
Australia, dan Komunitas Muslim di Amerika Serikat. Karya-karya fiksinya
dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca
2.
Nilai-Nilai
a. Nilai Religius :
Senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya à Bukti: Ayna
mengendarai motornya sambil memperbanyak mebaca shalawat. Shalawat adah doa
keselamatan dan kesejahteraan. Siapa mengirim satu shalat kepada Baginda Nabi,
maka Allah akan mengirim sepuluh shalawat kepadanya. Orang itu dalam jaminan
keselamatan Allah SWT (halaman 6); Tanpa
ridha Ummi, semua ridha Afif akan sia-sia. Afif tidak mencari apa-apa kecuali
merasakan nikmatnya dekat dengan-Nya (halaman 231).
b. Nilai Moral :
·
Baik àBukti: “Ummi,
mohon maafkan saya kalau saya dianggap bersalah. Saya siap menanggung hukuman
apapun yang diberikan kepada saya. Namun jujur, saya merasa tidak bersalah sana
sekali. Saya tidak melakukan apa-apa kecuali membela kehormatan ibu saya.
Selama di pesantren ini saya dihina dan direndahkan, saya masih bisa bersabar.
Dan selama ini saya tidak pernah berkelahi dengan siapapun, saya juga tidak
pernah usil dan bikin masalah dengan siapapun. Saya berusaha menjadi santriwati
dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan adab dan etika yang Ummi, Pak Kyai dan
para ustadzah ajarkan. Saya juga berusaha menjadi sebaik-baiknya teman bagi
semua santriwati di sini, kakak bagi yang lebih muda, dan adik bagi yang lebih
tua…”(halaman 25); Ayna meletakkan
baskom di lantai. Gadis itu lalu memasukkan kedua kaki Bu Rosidah ke dalam
baskom. Dengan penuh perhatian Ayna mencuci dan memijit kaki ibu angkatnya itu (halaman
277); Gadis itu dengan cekatan menyiapkan
air hangat di baskom, lalu dengan hati-hati melepas semua pakaian Bu Nyai. Lalu
menyibin dengan penuh kasih sayang seolah menyibin ibu kandungnya sendiri yang
sedang sakit. Usai menyibin, Ayna mencarikan pakaian ganti dan membantu Bu Nyai
memakainya (halaman 300).
·
Buruk à Bukti: “Yang
paling kasihan menurutku tetap Ayna. Lihat aja, dia paling-paling kan
meneruskan jejak ibunyabjadi TKW. Buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya! Nilai
UN-nya yang kebetulan tinggib tak akan menolongnya sama sekali!” Nyiyir Neneng
yang tidak menyadari bahwa Ayna yang ia gunjing telah sampai di sampingnya
bersama Zulfa (halaman 17); Teman-teman
Aripah ternyata pada minum-minum dan menghisap narkoba (halaman 116); “Persetan! Mau apa tidak, maka aku akan
paksa. Aku sudah biasa memeaksa perempuan!” ceracaunya setengah mabuk (halaman
194).
c. Nilai Pendidikan
·
Pentingnya mencari
ilmu dengan sungguh-sungguh à
Bukti: Saat masih muda, saat masih dalam
fase menuntut ilmu sebaiknya jangan memikirkan kecuali ilmu. Ingat, ilmu itu
tidak akan di dapat kecuali dengan di kejar dengan sungguh-sungguh… (halaman
56).
·
Sejarah à Bukti: “Lha dua
bulan setelah itu terjadi peristiwa mengerikan di Indonesia. Yaitu
pemberontakan G 30/S/PKI. PKI ingin menguasai Indonesia dengan cara licik dan
berdarah. Sebelumnya PKI pernah melakukan pemberontakan diberdarah tahun 1948
di Madiun. Umat Islam bersatu dengan TNI berhasil menumpas pemberontakan G 30
S/PKI. Akhirnya PKI yang ingin menjadikan Indonesia negara komunis dibubarkan
dan di larang di Indonesia.” (halaman 105).
·
Prosedur naik
pesawat à
Bukti: Ternyata proses naik pesawat tidak
sesederhana naik bis. Barang-barang bawaan diperiksa lewat alat detector. Lapor
dulu untuk mendapatkan nomor tempat duduk dan mendapatkan kertas yang disebut
boarding pass. Dan dua puluh menit sebelum pesawat terbang, penumpang dipanggil
untuk naik pesawat (halaman 126).
d. Nilai Sosial à Bukti: Ayna
memimpin shalawatan dalam pengajian rutin pecan ibu-ibu di kampungnya. Empat
hari di kampung ia sudah langsung menyatu dengan denyut kehidupannya. Semua
menyambutnya. Anak-anak remaja memintanya untuk membagi pengalamannya belajar
di pesantren dan pengalamannya bisa meraih nilai UN yang menakjubkan. Guru-guru
di SMP dulu memintanya menjadi pembicara pengajian OSIS menyambut bulan
Ramadhan… (halaman 111); Sudah
setengah tahun Ayna membina anak-anak itu. Dengan kemampuan yang ia punya, ia
ajar mereka pelajarang sekolah (halaman 232); Ia terlibat aktif di dua pengajian, yaitu pengajian para pegawai dan
karyawan Tsania Spa & Skin Care dan pengajian majelis taklim ibu-ibu di
perumahan sebelah yang diasuh oleh Ustadzah Fatimah. Selain itu, Ayna juga
memimpin gerakan muslimah peduli anak jalanan (halaman 265).
e. Nilai Budaya à Bukti: Dalam
sambutannya, Kyai Sobron menyampaikan seseuatu yang unik, bahwa sudah menjadi
tradisi, di Pesantren Kanzul Ulum para pejabat yang hadir, sepenting apapun,
sambutannya akan diwakili oleh Pak RT setempat (halaman 64); Pertemuan dua keluarga untuk membahas hari
dan tanggal akad nikah, dan walimatul ursy serta segala tetek bengek terkait
hal itu dilaksanakan di rumah Pak Kasmono (halaman 169); Mereka menghindari acara masuk bulan
Muharram atau bulanSuro (halaman 169-170); Sebagai bentuk unggah-unggu, ia meminta izin Bu Rosidah ketika mau ikut
kuliah akhir pecan (halaman 260).
Adapun analisis strukturalisme genetik novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman
El Shirazy, meliputi: (1) fakta kemanusiaan, terdiri dari fakta kemanusiaan kreasi
kultural menjelaskan karakteristik budaya kehidupan sosial di dalam pesantren,
fakta kemanusian aktivitas sosial menjelaskan kehidupan sosial yang dialami
tokoh dalam cerita, fakta kemanusiaan aktivitas politik menjelaskan gambaran politik
di dalam cerita; (2) subjek kolektif, meliputi kelompok priyayi dan subjek
kolektif orang biasa (orang kecil), perbedaan tersebut dilihat melalui bahasa,
pekerjaan, dan tempat tinggal; (3) pandangan dunia pengarang Habiburrahman El
Shirazy adalah pandangan agama Islam.
Berdasarkan uraian di atas, novel Bidadari Bermata Bening dapat dikatakan sebagai karya sastra yang
bermutu dan sangat layak untuk dibaca oleh masyarakat. Habiburrahman El Shirazy
mampu mengaitkan berbagai unsur sehingga menjadi satu kesatuan berupa kisah
perjalanan hidup bernuansa islami yang menarik dan bisa menjadi media pembangun
jiwa bagi pembacanya.
D.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disajikan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy terdapat
berbagai unsur yang saling berkolerasi satu dengan yang lain. Antara tema,
tokoh, dan alur cerita yang bernuansa islam ini memiliki kaitan erat dengan
nilai-nilai yang terdapat dalam cerita tersebut dan latar belakang Habiburrahman
El Shirazy selaku pengarangnya yang juga pernah berkecimpung di lingkungan
pesantren serta kuliah di luar negeri. Pengarang mampu mengemas sebuah cerita
dengan bahasa yang lugas dan bernilai estetika sehingga pembaca akan dengan
mudah memahami jalan ceritanya. Selain itu, nilai-nilai dalam novel ini pun
bisa membangun jiwa pembacanya dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis ingin memberikan
saran kepada: (1) pembaca, tulisan ini hendaknya mampu meningkatkan rasa cinta
terhadap karya sastra Indonesia; (2) pendidik, novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran
sastra karena mengandung nilai religious, pendidikan, moral, sosial, dan
budaya; (3) peneliti, tulisan ini
juga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam melaksanakan penelitian di
masa yang akan datang. Namun, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini.
Daftar Pustaka
Shirazy, H. E. (2017). Bidadari Bermata Bening.
Jakarta: Republika.
Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo. (2013). Beberapa
Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Maman S. Mahayana. (2013).
Kitab Kritik Sastra.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Raminah Baribin. (1987). Kritik dan Penilaian
Sastra. Semarang: IKIP
Semarang Press.
H.B. Jasin.
(1983). Sastra Indonesia Sebagai Warga
Sastra Dunia. Jakarta: PT
Gramedia.
D. W. Fokkema. (1988). Teori Sastra Abad Kedua
Puluh. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Anggota IKAPI. (1988). Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius.
Sumber dari internet:
Skripsi Rosi Okta
<http://digilib.unila.ac.id/31108/16/SKRIPSI>
E-Jurnal
<http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya-bahtera/article/view/5240/4796>
Artikel
<http://repository.unja.ac.id/3210/1/ARTIKEL>
https://id.wikipedia.org/wiki/Habiburrahman_El_Shirazy
https://dwiasteuu29.blogspot.com/2018/05/resensi-novel-bidadari-bermata-bening.html
No comments:
Post a Comment