Wednesday, 5 September 2018

Jenis Perubahan Makna


Semantik adalah hubungan tanda-tanda linguistic dengan hal-hal yang ditandainya atau bidang linguistic yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Menurut Chaer (1994: 60), semantik merupakan hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal-hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada diluar bahasa.
Secara diakronis makna suatu kata memiliki kemungkinan dapat mengalami perubahan. Perubahan makna tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indra, perbedaan tanggapan,adanya penyingkatan, proses gramatikal dan pengembangan istilah.
Dari faktor-faktor sebab terjadinya perubahan makna diatas, dapat terlihat adanya jenis-jenis perubahan makna seperti meluas, menyempit, perubahan total, penghalusan (eufemia), dan pengasaran.
1.      Pembahasan Jenis Perubahan Makna
a.      Penghalusan
Dalam pembicaraan mengenai perubahan makna yang meluas, menyempit, atau berubah secara total, kita berhadapan dengan sebah kata atau sebuah bentuk yang tetap. Hanya konsep makna mengenai kata atau bentuk itu yang berubah. Sedangkan dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap makna yang lebih halus, atau lebih sopan dari pada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata/ ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga permasyarakatan; dipenjara atau dibui diganti menjadi dimasukan ke lembaga permasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan menalahgunakan jabatan; kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK); kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi menjadi pramuwisma Kata/ungkapan kenaikan harga diganti dengan perubahan harga, atau penyesuaian tarif, atau juga pemberlakuan tarif baru.
            Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat Indonesia. Orang-orang dulu yang karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya akan menggantikan kata buaya atau harimau dengan kata nenek, mengganti kata ular dengan kata akar atau oyod. Lalu, pada tahun lima puluhan pun banyak usaha dilakukan untuk penghalusan ini. Misalnya buta  diganti dengan tuna netra, tuli diganti dengan tuna rungu, dan gelandangan diganti dengan tuna wisma.
b.      Pengasaran
                Kebaikan dari pengalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata atau ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah seperti dalam kalimat Liem Swie King sudah masuk kotak;  kata mencaplok dipakai untuk mengganti mengambil dengan begitu saja seperti dalam kalimat Dengan enaknya Israel mencaplok wilayah Mesir itu., dan kata mendepak dipakai untuk mengganti kta meneluarkan seperti dalam kalimat Dia berhasil mendepak bapak A dari kedudukannya. Begitu juga dengan kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan kata memasukan seperti dalam kalimat polisi menjebloskannya ke dalam sel.
Namun, banyak juga kata yang sebenarnya bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk lebih memberi tekanan tetapi tanpa terasa kekasarannya. Misalnya kata menggondol yang biasa digunakan seperti dalam kalimat Akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol pulang piala Thomas Cup itu. atau juga kata mencuri yang dipakai dalam kalimat Kontingen Suri name berhasil mencuri satu medali emas dari kolam renang, padahal sebenarnya mencuri adalah suatau tindak kejahatan yang dapat diancam dengan hukuman penjara.

No comments:

Post a Comment