Friday 13 April 2018

Cerpen Cinta dan Persahabatan Sedih


Akhir Kisah Ini
Karya D. Asteuu

     Namaku Nuraini Valentia. Terlahir pada tanggal yang diyakini sebagai hari kasih sayang membuat seseorang mengira kalau namaku Nuraini Valentine. Meski aku sudah menjelaskan berulang kali dia tetap ada pada pendiriannya.
“Valentine!”
“Valentia!”
“Valentine!”
“Valentia!”
     Selalu seperti itu. Sejak pertama kami berkenalan di Sabtu sore tiga belas tahun lalu hingga saat ini. Dimana dia telah berubah. Tak ada lagi sosok anak kecil dengan wajah imutnya. Seseorang yang telah menghabiskan waktu setengah umurnya bersamaku itu kini telah menjelma menjadi pria jangkung yang sangat tampan.
“Kenapa? Aku tambah ganteng?”
“Tambah jelek iya”
“Kamu cantik pakai jilbab warna pink, Valentine.”
     Hening. Dia menatapku yang masih terdiam. Dihelanya nafas perlahan. Aku tahu dia juga resah memikirkan hal yang saat ini bersliweran memenuhi jalan pikiranku.
“Jadi tahun ini juga tidak ada hari valentine lagi?”
“Maaf, tapi dalam agamaku hari itu memang tidak boleh diperingati”
“Sekalipun hanya sekali lagi? Itu hari ulang tahunmu dan…”Dia mengucapkannya dengan nada putus asa. Sesekali dia melirik ke arah pria paruh baya di balik meja yang terus mengawasi kami.
“Dan hari terakhirku ada di sini,”lanjutnya setelah beberapa saat menghembuskan nafas berat.
“Aku minta maaf, Stev. Kamu tahu alasannya kan?”
     Tak ada jawaban. Dia beranjak dari tempat duduknya. Berjalan dengan langkah gontai lalu berdiri tepat di sampingku. Sejenak dia memandangku, lekat. Sedetik kemudian membuang pandangannya jauh, keluar jendela. Fokus pada tanaman mawar yang penuh duri, menusuk relung hatinya yang paling dalam, mungkin saja menembus batas waktu dan masa lalu.
“Aku tak seharusnya menerobos dinding pembatas ini.”
Steve membalikkan badannya. Menatapku lurus. Tangan kanannya terulur dengan sebuah kotak berwarna merah muda.
“Ini bukan untuk merayakan valentine ataupun ulang tahunmu.  Jangan lupa cokelatnya dimakan ya, Ratu Cokelatku. Baju dan jilbabnya juga besok jangan lupa dipakai saat mengantarkanku ke Bandara. Mungkin hanya itu yang bisa aku berikan setelah menghancurkan persahabatan kita selama tiga belas tahun.”
     Aku tertohok mendengar ucapan lirihnya. Ada sesak yang teramat sangat. Mataku memanas, dan pertahananku runtuh dihadapan pria ini.
“Maaf…”
“Berhenti meminta maaf. Kita memang tak seharusnya seperti ini, karena kita berbeda.”
     Aku memberanikan diri untuk menatap wajahnya. Mencoba mengamati meski pandanganku kian buram karena terhalang air mata yang tak bisa berhenti mengalir.
“Jangan menangis, Kamu tambah jelek,”ucapnya disusul dengan tawa yang terdengar hambar.
     Tanganku mencengkeram kotak yang ia berikan beberapa saat lalu. Sesak di dadaku tak kunjung hilang. Aku merasa persediaan oksigen di sini semakin menipis.
“Aku harus pulang, Valentia. Selamat malam jelek.”
     Stev bergegas setelah menyunggingkan senyum manis di wajahnya, senyum yang dipaksakan. Langkahnya terhenti di hadapan pria paruh baya yang masih berada di balik meja. Berbicara sekilas lalu berjalan dengan lesu ke rumah di seberang jalan. Aku masih menatap punggungnya yang semakin menjauh hingga ia hilang ditelan pintu rumahnya.
“Valen”
     Suara berat itu membuyarkan lamunanku. Tanpa menoleh pun aku sudah tau siapa yang memanggilku. Ayah. Pria paruh baya yang belakangan ini mengetahui hubunganku dengan Stev lebih dari sekedar sahabat.
“Iya, Ayah”
“Stev mengajakmu merayakan valentine tahun ini?”
    Aku mengangguk lemah. Tidak tahu harus mengatakan apa lagi kepada ayah, ku rasa beliau tadi sudah mendengar semuanya.
“Nikmatnya cokelat tak senikmat akhirat, Nak.”
“Ayah benar. Tapi tahun ini cokelat yang Valen terima bukan untuk memperingati valentine. Ini pemberian terakhir dari Stev sebelum dia pergi keluar negeri dan juga tanda berakhirnya hubungan kami, Yah.”
“Stev pria yang baik. Dia menyayangimu melebihi dirinya sendiri, bahkan ia telah menjagamu selama setengah dari umurnya. Namun maafkan kami selaku orang tua yang tidak bisa memberikan restu untuk hubungan kalian yang lebih dari sekedar sahabat. Kalian berbeda.”Suara ayah terdengar parau.
“Ayah tidak perlu meminta maaf. Valen yang salah, tidak seharusnya Valen merayakan hari yang tak boleh diperingati oleh agama kita. Seandainya Valen mendengarkan nasihat Ayah, semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Mungkin saat ini persahabatanku dengan Stev tidak akan hancur, dan kami tidak akan terluka seperti ini.”
“Ya, Kamu memang bandel. Seharusnya kamu memang harus mendengarkan nasihat ayah tentang hari valentine. Sepertinya saat ini putriku juga sudah lupa apa nasihatnya.”Ayah tahu apa yang aku rasakan saat ini. Beliau lantas mendekapku erat. Seakan tidak ingin kehilangan wanita yang sangat dicintainya untuk yang kedua kalinya setelah bunda.
“Aku masih ingat betul ketika dulu ada seorang gadis bernama Valen berumur sepuluh tahun. Hari yang diyakini sebagai hari kasih sayang selalu jatuh bertepatan dengan ulang tahunnya yaitu 14 Februari. Valen kecil yang baru saja ditinggal untuk selamanya oleh sang bunda merasa harus merayakan hari itu. Bermodal dari cerita teman dan juga kebiasaan remaja yang saling bertukar cokelat atau yang lainnya untuk merayakan hari kasih sayang membuatnya merengek kepada sang ayah untuk membuat pesta yang penuh cokelat. Valen ingin kado ulang tahunnya mendapat kasih sayang yang semanis cokelat, dan juga berharap sang bunda bisa kembali. ”
“Namun sang ayah yang selalu menyuruhnya belajar mendalami agama menegurnya. Memberikan penjelasan bahwa dalam agama yang kita yakini tidak boleh merayakan hari valentine.
Penjelasan sang ayah dulu tidak bisa langsung diterima oleh gadis kecilnya. Valen kecil nekat memperingati hari valentine bersama teman-temannya. Dia terlihat begitu gembira bila mendapatkan cokelat, apalagi dari tetangga sekaligus sahabatnya yang bernama Stevan.”
Iya, Valen sangat bahagia karena baginya Stev lah yang paling mengerti akan dirinya. Bahkan ketika Stev mengajaknya berpacaran Valen mau menerimanya. Ketika Valen beranjak dewasa dan berkat ilmu yang dimiliki ia bisa mencerna apa yang pernah ayahnya katakan, ia memutuskan untuk tidak merayakan valentine bahkan ulang tahunnya sendiri.  Akan tetapi dia tidak bisa mengembalikan statusnya bersama Stev menjadi sahabat lagi. Meski ia tahu hubungannya terhalang oleh dinding pembatas yang tidak bisa ditembus bernama agama.
Awalnya sang ayah mengira mereka masih bersahabat. Namun seiring berjalannya waktu hubungan cinta beda agama diketahui oleh orang tua masing-masing. Dan demi kebaikan kita semua, Om Yohanes mengambil keputusan agar putranya pindah kuliah keluar negeri. Kemudian pada akhirnya Valen dan Stev menjadi sahabat lagi.
     Ayah mempererat dekapannya. Air mataku kembali mengalir deras. Melebihi derasnya air hujan di luar rumah yang tiba-tiba saling berebut turun ke bumi. Rasa sesak dalam dadaku sedikit banyak berkurang setelah mengungkapkan semuanya pada pahlawanku yang satu ini.
“Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Nak?”
“Menulis semuanya, Yah.”
“Kenapa harus ditulis?”
“Setidaknya apa yang tidak bisa aku miliki di dunia nyata akan tetap hidup dalam dunia imajinasiku. Aku ingin tetap bersahabat dengan Stev. Kami akan tetap terus bersama meskipun ia hanya hadir dalam setiap alur cerita yang aku buat.”
“Valentine No!”
“Writing Yes”
“Oke Valentia, ayah harap tulisanmu nanti bisa menyadarkan remaja Indonesia bahwa hari valentine tidak seharusnya diperingati oleh umat muslim.”
“Siap Komandan. Aku juga berharap bisa berdakwah melalui tulisan”
“Besok mau ikut ke Bandara?”
“Harus! Demi sahabatku aku akan ikut mengantarkan kepergiannya meraih mimpi, Yah.”
“Baiklah kalau begitu sekarang kamu harus istirahat supaya besok tidak kesiangan”
     Aku berjalan dengan langkah ringan menuju kamarku. Sebuah lengkungan bernama senyum telah terukir di wajah tirus ini. Entah kenapa aku merasa sangat lega sekarang. Meskipun aku harus berpisah dengan sahabat yang pernah menjadi kekasihku, tapi aku percaya bahwa inilah jalan terbaik untuk kehidupanku. Mungkin kisah cintaku tidak bisa berakhir hidup bersama sang pangeran seperti di negeri dongeng. Namun akan datang hari dimana kisah baru dimulai lagi bersama kekasih pilihan dari-Nya.

…End…



No comments:

Post a Comment