Akhir Kisah
Ini
Oleh : D. Asteuu
Tokoh:
Tokoh:
1.
Alysa/Lisa
2.
Savira
3.
Alyn
4.
Veronica
5.
Raka
6.
Dokter Rio
7.
Kakek
8.
Bu Dias
9.
Pak Agus
10. Pak Anton
Bagian 1:
Dua belas
tahun yang lalu…
Suatu hari di sebuah tempat pemakaman seorang lelaki
tua berdiri sembari menggandeng tangan seorang gadis kecil. Mereka masih
mengamati dua gundukan tanah yang masih basah meskipun orang-orang mulai
beringsut meninggalkan tempat tersebut.
Alysa :
“Mengapa mama dan papa dimasukkan ke tanah, Kek?” (Menatap sang
kakek dengan air mata
yang mengalir di kedua pipinya)
Kakek :
”Semua akan baik-baik saja, Sayang.” (Berjongkok
lalu memeluk Alysa)
Alysa :
“Apa mereka tidak kedinginan, Kek?”
Kakek : (Kepalanya menunduk mengisakkan tangis)
Alysa :
“Alysa mau ikut mama dan papa, Kek”.
Kakek :
“Stt... Alysa sayang, sekarang kita pulang saja ya. Mama sama papa sudah
tenang
di sana.” (Tersenyum sembari menyeka air
mata yang masih
berleleran)
Alysa :
“Tapi apa mama dan papa berani, Kek? Nanti
malam di tempat ini pasti
gelap”.
Kakek :
“Sayang, mereka pasti berani. Sekarang kita pulang ya, sebentar lagi akan
hujan”. (Berdiri lalu
melangkahkan kaki untuk meninggalkan tempat itu
bersama
dengan Alysa dalam dekapannya)
Bagian 2:
Di sebuah lorong rumah sakit seorang gadis berlari
menuju sebuah ruang bertuliskan ‘ICU’. Wajahnya menyiratkan rasa khawatir yang
teramat sangat. Setiba di depan ruang dimana sang kakek berada, dilihatnya
seorang lelaki paruh baya bersama seorang wanita berhijab. Mereka segera
berdiri menyadari kedatangan gadis dengan pemilik nama Alysa tersebut.
Tiba-tiba pintu di sampingnya terbuka.
Dokter Rio :
(Keluar dari ruang ICU)
Alysa :
“Bagaimana
keadaan kakek saya, Dok?”(Suaranya parau)
Bu Dias :
“Iya, Dok. Bagaimana kondisi beliau?”
Dokter Rio :
“Bisa ikut ke ruangan saya?”
Pak Agus :
“Biar saya saja, Dok. Alysa kamu di sini saja bersama tante Dias ya.”
Alysa :
(Mengangguk)
Dokter Rio :”Anda
keluarganya Alysa?”
Pak Agus :”
Kami sahabat dari mendiang orang tua Alysa dan keluarga Alysa sudah
kami anggap sebagai keluarga sendiri.”
Dokter Rio :
“Baiklah kalau begitu, mari ikut ke ruangan saya.” (Mengamati wajah Alysa
sekilas lalu berjalan ke arah
ruangannya)
Beberapa saat kemudian setelah Dokter Rio dan Pak Agus
menghilang di balik pintu, Bu Dias duduk di samping Alysa. Direngkuhnya tubuh
gadis itu ke dalam pelukannya.
Bu Dias :”Sabar
ya Alys, kakek pasti akan baik-baik saja.”
Alysa :”Alysa
takut, Tante. Alysa takut…” (Suaranya
semakin parau)
Bu Dias :
“Alysa tidak boleh takut, semua pasti akan baik-baik saja.”
Sementara itu di ruang dokter….
Pak Agus :”Bagaimana
kondisi kakek, Dok?”
Dokter Rio :”Saat
ini beliau masih dalam masa kritis, Pak. Do’akan saja supaya beliau
bisa melewati masa kritisnya.”
Pak Agus :
“Apa masih ada harapan untuk bisa sembuh, Dok? Lakukan sesuatu untuk
menyelamatkan beliau.”
Dokter Rio :”Kami
akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Saya pribadi juga
sudah berjanji pada kakek untuk segera
menemukan obatnya. ”
Pak Agus :”Kakek
harus sembuh, Dok. Alysa sangat membutuhkan beliau.” (Suaranya
lirih)
Keesokan
harinya kakek sudah dipindahkan
ke ruang rawat. Alysa sedang berbincang dengan Bu Dias
di dekat sang kakek yang masih terbaring koma saat tiba-tiba seorang pria
jangkung memasuki ruangan tersebut.
Raka :
(Berdiri di depan pintu)
Bu Dias :”Kamu
dari mana saja? Sejak kemarin susah sekali dihubungi.”
(Menghampiri
Raka)
Raka :”Maaf,
Ma. Kemarin aku banyak tugas.”
Bu Dias :”Oh iya, Kamu masih ingat dengan
Dia?” (Menyeret lengan anaknya ke arah
Alysa)
Raka :”Dia…”
Bu Dias :”Alysa.
Sahabat kecilmu dan Alyn ketika kita tinggal di Surabaya sebelas
tahun yang lalu.” (Berhenti di hadapan Alysa)
Alysa :
(Menatap Raka dan Bu Dias secara
bergantian)
Bu Dias :”Sayang,
ini Raka. Kamu masih ingat kan? Sekarang Raka kuliah di
Bandung.”
Raka :”Hai,
Alys. Apa kabar? Ah sepertinya sekarang aku benar-benar telah
menjelma menjadi pria yang sangat tampan
hingga Kamu terpesona seperti
ini.” (Tersenyum
sembari mengulurkan tangan)
Alysa :”Hai,
Kak. Aku baik.” (Menyambut uluran tangan
Raka sembari tersenyum
samar)
Bu Dias :”Mama mau keluar sebentar. Raka, tolong jaga Alysa dan
Kakek.”
(Mengambil
tas di atas meja)
Raka :”Siap,
Ma.”
Bagian 3
Di teras sebuah rumah bercat hijau seorang pria paruh
baya sedang duduk bersama putrinya. Pria berkacamata itu terlihat gusar.
Sesekali ditatapnya sang anak yang sedang sibuk dengan handphone di tangannya.
Pak Anton :”Ver,
kamu punya hubungan dengan anak tetangga kita?”
Veronica :”Tetangga
yang mana, Yah?” (Menatap ayahnya)
Pak Anton :”Tetangga
yang lima tahun lalu pindah dari Surabaya.”
Veronica :”Raka
maksudnya?”
Pak Anton :
(Mengangguk)
Veronica :
“Kami hanya bersahabat.” (Suaranya lirih)
Pak Anton :”Ayah
tidak bisa Kamu bohongi, Ver. Bahkan sekarang Pak Agus dan Bu
Dias juga sudah tahu apa hubungan kalian
sebenarnya. Kamu harus sadar,
Ver. Cinta kalian itu terhalang oleh tembok
yang kokoh dan tak mungkin
dapat dihancurkan bernama agama.” (Tatapannya menerawang ke atas)
Veronica :”Tapi Vero sangat menyayangi Raka,
Yah. Hanya dia yang selama ini
menjadi alasan kenapa Vero masih semangat
melawan penyakit Leukimia
ini.”
Pak Anton :”Vero, tapi demi kebaikan kita semua
kalian harus segera mengakhiri
hubungan ini.”
Veronica :
(Menangis sambil berlari masuk ke dalam
rumah)
Sementara itu di tempat lain…
Pak Agus :”Raka,
dulu ketika orang tua Alysa masih hidup kami telah berjanji untuk
menjodohkan Kamu dengan Alysa.”
Raka :”Tapi,
Pa…”
Bu Dias :”Kamu
tidak bisa menolak perjodohan ini. Minggu depan kalian akan
bertunangan.”
Raka :”Bagaimana
dengan Vero, Ma? Dia butuh aku untuk saat ini.” (Suaranya
terdengar putus asa)
Pak Agus :”Papa
tidak merestui hubunganmu dengan putrinya Pak Anton, Nak. Kalian
itu
berbeda. Papa harap kamu mengerti akan hal ini.” (Pergi)
Tak lama setelah itu Alysa datang. Wajah Alysa tampak
pucat. Hal tersebut membuat Bu Dias merasa khawatir.
Bu Dias :”Kamu
sudah makan, Alys?”
Alysa :”Belum
lapar, Tante.”
Bu Dias :”Raka,
Kamu ajak calon tunanganmu makan siang gih.”
Alysa :”Calon
tunangan?” (Kaget)
Bu Dias :”Iya,
Sayang. Dulu kami dan orang tuamu telah sepakat untuk menjodohkan
kalian.”
Alysa :
(Mengamati ekspresi pria yang diam-diam disayanginya
selama ini)
Raka :”Ayo,
Alys.” (Beranjak dari duduknya dan
menggandeng tangan Alysa)
Selama perjalanan menuju kantin tangan Alysa berada di
dalam genggaman Raka. Wajahnya kini bersemu merah. Ia berusaha mati-matian
untuk menetralisir detak jantungnya. Begitu juga dengan Raka. Saat ini dia
merasa jantungnya seperti ingin loncat dari rongganya karena gadis itu.
Alysa :”Kak
Raka, Alyn kenapa tidak datang ke sini?”
Raka :”Anak
itu sekarang sedang sibuk untuk menghadapi ujian akhir.”
Alysa :”Aku
kangen Alyn. Dulu dia yang selalu membelaku kalau dijaili olehmu.”
Raka :(Terkekeh palan)
Alysa :”Kakak
setuju dengan perjodohan ini?”
Raka :
(Diam)
Alysa :”Kalau
Kak Raka keberatan, aku akan bilang supaya Om dan Tante
membatalkan saja.”
Raka :”Aku
tidak merasa keberatan, justru bersamamu aku merasa nyaman.”
Alysa :”Jujur
dari dulu aku telah mengagumi Kak Raka.” (Suaranya
pelan)
Raka hendak menanggapi ucapan Alysa saat tiba-tiba
handphonnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Saat dilihat siapa yang
menelpon ternyata adiknya sendiri, Alyn. Adiknya itu memberikan kabar bahwa
Veronica masuk rumah sakit.
Alysa :”Kenapa,
Kak?”
Raka :”Maaf,
Alys. Aku harus segera kembali ke Bandung. Sekali lagi maaf tidak
bisa menemanmu
makan siang.” (Bergegas pergi)
Bagian 4
Veronica terlihat sangat bahagia ketika melihat dua
sahabatnya datang menjengukknya. Dia tersenyum lebar ketika dua gadis sebayanya
semakin mendekat. Tangannya ia rentangkan mengisyaratkan agar kedua sahabatnya
itu berhambur memeluknya.
Alysa :”Maaf
ya, Ver, baru sempat datang ke sini. Kakekku juga sedang koma di
rumah sakit.” (Menggenggam tangan Veronica)
Veronica :”Aku
tahu, semoga kakek akan segera terbangun dari komanya ya, Lis.”
Savira :”Aamiin…
dan semoga Kamu juga lekas sembuh ya, Ver.”
Veronica :”Itu
pasti, Ra. Apalagi obat paling mujarabku telah kembali ke Bandung
Setelah seminggu ini menghilang. Bahkan saat
ini ayah sudah mengizinkan
untuk mempertahankan hubunganku dengan
pangeran tampan yang selama
ini
menjadi semangatku itu.”
Savira :”Kamu
pasti akan ikut terpesona ketika melihat pangeran dari putri Vero ini,
Lis.”
Alysa :”Wah,
sepertinya kekasihmu itu memang sangat tampan, Ver. Siapa
namanya?”
Veronica :”Namanya
Ra…”
Alysa masih menunggu kalimat dari Veronica saat
tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka disusul dengan suara seorang pria
yang tak asing lagi baginya. Namun ia tak berani membalikkan tubuhnya yang saat
ini terasa begitu lemas. Ia takut tak mampu menopang berat tubuhnya sendiri
setelah ini.
Veroica :”Namanya
Ra…”
Raka :”Sayang,
aku datang …” (Ucapannya terhenti ketika
melihat ada dua
wanita lain disamping tubuh kekasihnya)
Veronica :”Sini,
Sayang. Kenalkan ini sahabatku selain Savira. Dia yang sering aku
ceritakan itu, namanya Lisa. Oh iya, Lis,
ini kekasihku Raka, dan itu Alyn
adiknya.”
Raka :
(Diam dan menatap lekat gadis bernama
Lisa)
Alysa :
“Lisa. Senang bertemu denganmu. Jaga selalu sahabatku ini ya, jangan
sekalipun sakiti Veronica.” (Tangannya terulur ke arah Raka, suaranya
sedikit
bergetar namun ia mencoba untuk tetap tersenyum)
Raka :”Ra…
Raka.” (Menerima uluran tangan Alysa)
Alysa :”Hai,
Alyn. Senang bisa bertemu denganmu.” (Alysa
mengulurkan tangannya
ke Alyn)
Alyn :”Alyn.”
Alysa merasa tiba-tiba semuanya gelap. Dia tidak tahu
apa yang terjadi selanjutnya pada dirinya sendiri. Ketika ia sadar, dirinya kini
sedang berada di sofa yang berada tak jauh dari ranjang Veronica bersama Raka
dan Alyn yang menatapnya dengan tatapan khawatir.
Veronica :”Apa
Lisa baik-baik saja, Ra?”
Savira :”Dia
pasti baik-baik saja. Mungkin Lisa kepikiran dengan kakeknya.”
Alysa :”Aku
baik-baik saja. Savira benar, aku kepikiran kakekku, sekarang aku harus
kembali ke Jakarta.” (Mencoba bangkit dari tempatnya)
Raka :”Biar
aku yang akan mengantarkanmu pulang.”
Veronica :”Iya,
Sayang. Tolong antarkan Lisa pulang.”
Alysa :”Aku
bisa pulang sendiri. Kamu di sini saja, jaga Veronica untukku.” (Mulai
melangkah)
Raka :”Tapi…”
Alyn :”Biar
aku yang mengantarkan Alysa, Kak. Aku juga sekalian ingin bertemu
papa dan mama
di Jakarta.” (Bangkit dari duduknya dan
mengejar Alysa)
Alysa dan Alyn pergi dari ruangan itu dengan langkah
gontai. Raka dan Veronica mengamati punggung keduanya hingga menghilang di
balik pintu. Sedangkan Savira yang sudah mengetahui sesuatu menangis dalam
diam. Dia memilih untuk duduk di dekat jendela.
Bagian 5
Alysa masih terdiam sejak satu jam yang lalu. Bu Dias
dan Pak Agus dibuat bingung olehnya. Bahkan Alyn yang biasanya banyak bicra
kini ikut membisu.
Alysa :”Om,
Tante…” (Mendongakkan wajahnya)
Bu Dias :”Kenapa,
Sayang?”
Alysa :”Aku
ingin membatalkan pertunanganku dengan Kak Raka.”
Pak Agus :”Tapi
tinggal dua hari lagi, Alysa.”
Alysa :”Maaf,
Om, tapi aku tidak bisa bertunangan dengan Kak Raka. Aku juga
mohon sama Om
dan Tante supaya mengizinkan Kak Raka bertunangan
dengan
sahabatku saja, Veronica.”
Bu Dias :”Kamu…”
Alyn :”Alysa
sudah tahu semuanya, Ma. Aku dan Kak Raka tidak tahu kalau
ternyata selama ini Lisa sahabat kebanggaan
Veronica yang selalu
diceritakan itu adalah Alysa.”
Alysa :”Aku
mohon, penuhi permintaanku satu ini. Veronica lebih membutuhkan
Kak Raka. Dia butuh penyemangat
untuk menghadapi penyakitnya. Aku
mohon, Tante, biarkan Veronica bahagia di
sisa hidupnya ini.”
Pak Agus :”Tapi,
Alys…”
Alysa :”Alysa
mohon,Om.”
Alyn :”Lalu bagaimana denganmu?”
Dokter Rio :”Bolehkah aku menjaganya?” (Datang dari arah kamar rawat kakek lalu
berdiri di samping Alysa)
Pak Agus :”Dokter
Rio”
Dokter Rio :”Mungkin ini mengejutkan kalian, tapi
saya telah berjanji untuk terus
menjaga Alysa dan memastikan bahwa setelah ini
Alysa akan bahagia”
Suasana mendadak hening kembali setelah mendengar
ungkapan dokter Rio. Namun hal itu tidak berlangsung lama.
Alyn :”Maaf
sebelumnya, tapi bukankah Dokter…”
Dokter Rio :”Saya
tahu. Namun kakek tadi bilang….”
Alysa :”Kakek
sudah sadar?” (Bergegas ke kamar rawat
kakek tanpa menunggu
kelanjutan kalimat dari dokter Rio)
Pak Agus, Bu Dias, dan Alyn segera menyusul kepergian
Alysa. Dokter Rio masih berdiri di tempatnya dengan senyuman penuh arti.
Alysa :”Kakek…”
(Berhambur memeluk sang kakek)
Kakek :”
Jangan menagis lagi, setelah ini semua akan baik-baik saja.”
Alysa :”Kakek
jahat. Kenapa tidur terlalu lama hingga membuatku sangat takut.”
Kakek :”Agus, Dias terimakasih telah
menjaga Alysaku ini.” (Mengabaikan
pernyataan Alysa dan menatap sahabat anaknya
dengan tatapan penuh
terimakasih)
Pak Agus :”Alysa
sudah kami anggap seperti anak sendiri, Yah.”
Bu Dias :”Iya,
Ayah. Justru kami ingin meminta maaf karena tidak bisa memenuhi
amanah
mendiang orang tua Alysa untuk menjodohkan putrinya dengan
putra kami.”
Kakek :
“Kalian tidak perlu meminta maaf. Alysa akan tetap bertunangan dengan
Raka.”
Alysa :
“Tapi, Kek. Kak Raka akan bertunangan dengan Veronica sahabatku.”
Kakek :”
Tidak, Alysa. Sebelum aku koma, Dokter Rio telah aku perintahkan untuk
menjagamu
dan mengawasi apapun yang Kamu lakukan, Sayang. Bahkan
dia tahu
masalah cinta segitiga antara Kau, Raka dan Veronica.”
Alysa :”Alysa
sangat menyayangi Veronica, Kek. Biarkan dia bahagia bersama Kak
Raka.”
Kakek :”Dokter
Rio bahkan lebih menyayangi Veronica melebihi dia menyayangi
dirinya sendiri, Alys. Bahkan selama lima
tahun ini dia terus mencari cinta
pertamanya itu yang ternyata telah pindah ke
Bandung. Kemarin saat
mengikutimu dia menemukan kembali permatanya
yang hilang.”
Alyn :”Tapi
tadi Dokter Rio berjanji akan menjaga dan membahagiakan Alysa.
Bagaimana mungkin dia mau kembali bersama Veronica lagi?”
Pintu ruangan itu terbuka, membuat semua orang yang
berada di ruangan itu menoleh ke arah suara. Dokter Rio datang dengan mendorong
sebuah kursi roda yang diduduki seorang gadis yang sangat dikenali Alysa. Di
belakangnya ada Savira dan Raka.
Dokter Rio :”Aku
tentu saja mau kembali dengan Veronica lagi.”
Kakek :”Terimakasih,
Dokter.”
Dokter Rio :”Tidak,
Kek, justru saya yang berterimakasih karena berkat kakek saya
bertemu dengan Veronica lagi.”
Kakek :”Hm…
Raka, kemarilah.”
Raka :
(Mendekat ke arah kakek)
Kakek :
“Maukah Kamu menjaga Alysaku ini?”
Raka :”
Tentu saja, Kek. Sekarang pertanyaannya apakah Alysa mau dijaga
olehku?”
Kakek :”Bagaimana,
Sayang?”
Alysa :”
Atas restu Kakek, Alysa mau.”
Semua :”Alhamdulillah…”
Kebahagiaan memenuhi ruangan itu. Kisah cinta Alysa
dan Raka tidak kandas di tengah jalan. Rencana pertunangan mereka juga tidak
jadi dibatalkan. Namun yang paling mengesankan adalah pada akhirnya mereka yang
berada di ruangan tersebut mendapatkan kebahagiaannya tanpa harus ada yang
terluka lagi.
TAMAT
No comments:
Post a Comment