Saturday 19 May 2018

Ada Cinta Di Balik Tradisi Pahingan

Ada Cinta Di Balik Tradisi Pahingan
Karya: D.Asteuu



“Apakah ini benar-benar tradisi Pahingan terakhir kita?”
“… Aku tidak tau”
     Suasana di depan Masjid Jami’ Kauman Magelang lebih ramai dari biasanya. Banyak orang bersliweran kesana-kemari. Para penjual masih berteriak mengulangi kalimat yang selalu sama untuk menawarkan barang dagangan mereka yang hanya bisa diam mematung meskipun sebenarnya merasa lelah berada di tempat itu. Keduanya tidak bergeming dengan hiruk piruknya tempat dimana mereka berada sekarang. Bagi mereka suara gaduh khas pasar bak alunan melodi yang mengalun merdu. Mengalir sampai ke lubuk hati yang paling dalam.
“Kau diam?”
“Apalagi yang harus aku tanyakan? Aku sudah tau jawabanmu” Suaranya bergetar. Pandangannnya mulai kabur terhalang oleh mendung yang siap menjatuhkan jutaan tetes air mata kapanpun. Dia berusaha mati-matian untuk tidak menangis dihadapan Raka.
     Raka tertohok mendengar jawaban itu. Hatinya terasa nyeri melihat mata wanita dihadapannya yang sudah berkaca-kaca. Pikirannya saat ini benar-benar kacau. Ia tak bisa melihat wanita itu menangis.
“Bisakah keberangkatanmu ditunda? Mungkin setelah tradisi pahingan bulan depan…” Dia bertanya dengan suara parau.
“Maaf. Aku..”
“Aku tau….” Potongnya cepat, secepat buliran kristal yang jatuh dari kedua matanya. Mengalir deras hingga mengenai jilbab hijau tosca yang ia kenakan. Pertahanannya runtuh. Ada sesak yang teramat sangat disana.
“Pergilah. “Dia melanjutkan dengan suara yang lirih. Namun Raka masih dapat mendengarnya dengan jelas.
“Maafkan aku.”
“Bisakah kau mengucakapkan selain kata itu?”.Dia bertanya lagi sembari menghapus air matanya. Ada semburat senyum diwajahnya,senyum kepedihan.
     Raka diam. Memutar otaknya untuk menemukan kalimat yang pas dan tidak membuatnya menangis lagi.
“Aku akan merindukan tempat ini, tradisi ini dan wanita yang barusan menangis dihadapanku”
“Aku tidak menangisimu”
“Benarkah?”
     Pipinya memanas. Ia sadar saat ini wajahnya tengah memerah. Dengan cepat disembunyikan wajah yang semerah tomat tadi pada kedua tangan dengan jari-jari lentik itu.
“Ehem, bolehkah aku menjawab pertanyaan pertamamu?”
     Dia mendongakkan kepalanya. Menatap Raka lurus dengan mata yang masih sembab. Wajah memelasnya masih terlihat dengan jelas. Sedang yang ditatap hanya memasang tampang watados (wajah tanpa dosa) sembari menahan tawa melihat penampilan wanita itu saat ini.
“Aku sudah tau jawabanmu.”
“Jawabanku kali ini berbeda.”
“Em.. Katakan yang ingin kau katakan sebelum kau benar-benar pergi”
“Dengarkan aku. Sama halnya dengan tradisi pahingan di sini yang tidak akan berhenti dilakukan selama masyarakat mau melestarikannya. Begitu juga denganku dalam menggapai mimpi. Aku pergi dari Magelang tercinta ini untuk menggali ilmu di tanah orang”. Dan untuk melupakan perasaanku padamu,batinnya.
“Mungkin tradisi disana akan berbeda,tapi aku akan tetap mengenang apapun yang pernah aku lalui di kota ini. Terutama tradisi pahingan. Karena tradisi ini aku mendapat banyak pelajaran tentang arti hidup. Di sini aku bisa melihat bagaimana semangatnya seseorang berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Mereka berbondong-bondong untuk mengikuti acara pengajian di masjid, rela duduk berjam-jam demi mendapatkan siraman rohani dari Ustadz/Ustadzah. Selain supaya masyarakat Kota Magelang dan sekitarnya bisa melakukan pengajian bersama juga merupakan ajang silaturahim warga Kota Magelang. Aku juga mendapat pelajaran berharga saat berada di tengah pasar pahingan seperti ini. Aku bisa melihat bagaimana orang lain berjalan,berlari,berbicara,tertawa ataupun menangis sama sepertimu tadi. Melihat seseorang yang kecil dan nantinya akan tumbuh sama seperti kita. Bagaimana mereka berjuang untuk bahagia. Penjual rela berteriak mengulangi kalimat yang sama tanpa mengenal lelah demi mengais rupiah. Suasana seperti ini sungguh akan terpatri kuat dalam memori ingatanku..”
     Raka menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan penuturannya. Sesekali ia melirik wanita berjilbab tosca yang masih menunggu kalimat berikutnya.
“Kau sendiri bagaimana?”
“Aku?,”tanyanya kebingungan sambil menunjuk wajahnya sendiri.
“Iya kamu. Apa yang ada dipikirkan kamu tentang tradisi pahingan setelah banyak waktu yang telah kita lalui”
“Kok jadi membahas tradisi pahingan sih,Kak?”
“Ya apa salahnya? Toh kita bertemu karena tradisi ini kan? Eh tunggu ’KAK’ ?”
“Iya lah ‘KAK’, karena biar bagaimanapun kamu kakak angkatku. Tak bisa dipungkiri tradisi ini sungguh begitu mengesankan,terutama untukku. Mungkin jika  dulu orang tua Kakak tidak mengadopsiku,aku saat ini masih berada di panti. Aku bersyukur waktu itu diajak bu Santi ke masjid ini sehingga bertemu keluarga kakak.”
     Raka bisa melihat senyum tulus dari wajah manis itu. Namun dadanya kian sesak jika harus menatapnya lebih lama. Dia harus menerima kenyataan bahwa wanita pemilik nama Lysa itu adalah adik angkatnya sejak beberapa tahun lalu. Tak seharusnya dia memiliki perasaan yang lebih dari rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya.Itulah alasannya memilih untuk pergi dari Magelang dan melanjutkan kuliah di Bandung.
“Kalau menurutku tradisi yang dilakukan 35 hari sekali pada hari Pahing ini sangat menarik dan bermanfaat untuk banyak orang. Mempererat tali silaturahim itu sudah pasti. Dimana kita bisa mengajak keluarga,saudara, tetangga atau teman-teman untuk mengikuti kegiatan siraman rohani dari pukul 08.00-12.00 WIB.  Selain kita bisa berwisata kuliner di Pasar Tiban Pahingan yang digelar di kawasan alun-alun Magelang. Hal ini tentu menarik perhatian pengunjung dari Kota Magelang dan sekitarnya kan?. Pengunjung dapat menikmati udara di alun-alun Magelang pada pagi hari sembari menikmati kajian yang ada di Masjid Agung Magelang dan mengisi perut dengan jajanan tradisional. Sungguh destinasi wisata rohani, kuliner dan panorama yang berbaur menjadi satu aset yang begitu berharga. Begitu banyak pihak yang peduli dalam menyelamatkan akar budaya kota Magelang ini. Hebatnya pasar tiban ini sudah ada sejak tahun 1958. Umur yang cukup tua sekali dan pastinya sudah sangat melegenda di kalangan masyarakat Kota Magelang serta sangat mengesankan bagi mereka.
      Tapi bagiku yang paling mengesankan dari adanya tradisi ini yaitu bisa bertemu dengan seorang pria yang begitu berpengaruh dalam hidupku. Sayangnya aku telah mengacaukan hidupnya,dan aku terlambat menyadari sesuatu sehingga dalam waktu dekat ini harus membuatnya berpisah dari orang tuanya sendiri hanya untuk menghindari perasaan yang seharusnya tak boleh ada diantara kami.”
“Sedetail itukah? Kamu memang jenius, mirip kakaknya ya. Hahaha.. ”Jawab Raka sambil mencoba untuk tertawa renyah meskipun terdengar hambar.
     Lysa juga merasakan apa yang Raka rasakan saat ini. Dadanya sangat sesak. Tanpa sadar air matanya telah membanjiri pipi tirusnya.
“Maafkan Lysa,Kak. Gara-gara Lysa kakak memilih untuk pergi…”
“Stt.. kamu tidak salah kok. Mungkin ini ujian dari Allah untuk kita, Dia ingin menguji apakah kita bisa melewati ini semua atau tidak”
“Kakak benar.  Allah ingin menguji keimanan kita lewat perasaan ini”
Hening. Tak ada yang  membuka suaranya. Hanya ada suara orang-orang yang masih bersliweran dipadukan suara bising kendaraan yang berlalu lalang di hadapan dua insan ini.
“Lysa….”
“Ya”
“Meskipun aku tidak di Magelang lagi, aku harap kamu masih mau menemani ibu untuk datang ke masjid ini..”
“Itu pasti, Kak. Aku akan selalu mengunjungi tempat ini untuk mengikuti kegiatan pahingan. “Dan akan tetap datang untuk mengenang apapun tentangmu,lanjutnya dalam hati.
Allahuakbar..  Allahuakbar..
  Lantunan adzan menghentikan percakapan mereka. Sebenarnya masih banyak yang ingin disampaikan oleh masing-masing dari mereka. Namun biarlah apa yang ada dalam pikiran dan apa yang mereka rasakan saat ini diungkapkan kepada-Nya. Karena tiada tempat paling menenteramkan jiwa saat banyak masalah selain bersimpuh di atas sajadah dan mengungkapkan segalanya kepada Dia. Hanya Dia yang mampu membantu kita menyelesaikan masalah dan hanya Dia pula yang mampu menciptakan alur kehidupan yang sempurna bagi seseorang  dengan scenario terbaik-Nya.

Magelang,
Minggu,25 Desember 2016 (10:20) @ApriliaKost









No comments:

Post a Comment