Saturday, 19 May 2018

Jenis Makna Kata



A.     Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal

1.      Makna Leksikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon dapat disamakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994).
Contoh:
Kata iwak (ikan) dalam Bahasa Jawa makna leksikalnya adalah kewan kang duwe tulang mburi sing uripe nang banyu, getihe adem, umume ambegkan karo insang lan biasae awake ana sisike (binatang bertulang belakang yang hidup di dalam air, berdarah dingin, umumnya bernafas dengan insang dan biasanya tubuhnya bersisik). Makna ini tampak jelas dalam kalimat nelayan jala iwak ing segara (nelayan menjala ikan di laut), ibu goreng iwak (ibu menggoreng ikan).

2.      Makna Gramatikal
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, makamaknagramatikaliniadalahmakna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994).
Contoh:
a.       Bola kang larang iku ketendang sikilku (bola mahal itu tertendang kakiku).
Proses afiksasi awalan ke- pada kata tendang dalam kalimat “Bola kang larang iku ketendang sikilku”, “ketendang” melahirkan makna “tidak sengaja”.
b.      Pari ing sawah wes nguning (Padi di sawah telah menguning)
Dalam kalimat “Pari ing sawah wes nguning”, “nguning” melahirkan makna gramatikal ”perubahan keadaan” dari bukan warna kuning menjadi warna kuning .





B.      Berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial

1.      Makna referensial
Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebutdisebut kata bermakna referensial.
Contoh:
Kata meja (meja) mlebu makna referensial amarga duwe referen yaiku macem bekakas omahan kang diarani “meja” (termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’.

2.      Makna nonreferensial
Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna non referensial.
Contoh:
         Wadon iku apik (gadis itu baik).
         Desaku sing tentrem (desaku yang tentram)
Contoh di atas menunjukkan kata nonreferensial dimana suatu bentuk yang wujudnya belum diketahui.

C.      Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif

1.      Makna Denotatif
Makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’
Contoh :
a.       Bathuk’e ngetokaken getih (dahinya mengeluarkan darah).
Kata “getih(darah)” dilihat dari makna denotatif yaitu cairan terdiri atas plasma, ada sel-sel merah dan putih yang mengalir di pembuluh darah manusia atau binatang

2.      Makna Konotatif
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonota sinetral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
Contoh:
a.      Keturunan getih biru ora milu sayembara (keturunan darah biru tidak mengikuti sayembara)
Kata “getih biru (darah biru)” dalam kalimat ini bermakna konotatif yang dimaksudkan adalah “keturunan bangsawan (ningrat)”.

D.     Berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
Perbedaan antara makna kata dan istilah dapatdilihat daricontoh berikut
(1)Tangane keiris lading landep (tangannyateriris pisau tajam).
(2) Lengenne keiris lading landep (lengannya teriris pisau tajam).
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai kejaritangan; sedangkan lengen (lengan) adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

E.      Berdasarkankriteri lain atausudutpandang lain dapatdisebutkanadanyamakna-makna konseptual, maknaasosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatikdansebagainya.

Makna Konseptual
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosia siapa pun.
Contoh :
Kucing (kucing)
“kucing” duweni makna konseptual yaiku kewan kang duweni rupa kaya macan cilik lan biasae diopeni wong (kata “kucing” memiliki makna konseptual yaitu binatang yang rupanya seperti harimau kecil dan biasanya dipelihara orang). Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Makna Asosiatif
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.
Contoh:
Merpati
Abang (Merah)
Merpati berasosiasi dengan sesuatu yang melambangkan ketulusan.
Merah berasosiasi dengan sesuatu yang berani atau tidak takut.

Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.
Contoh:
Bentuk dowo tangan (panjang tangan) dengan makna “seneng nyolong (suka mencuri)”, kembang deso (bunga desa) dengan makna ’wadon ayu kang didemeni karo perjoko ing deso panggon uripe (gadis cantik yang disenangi pemuda di desa tempat tinggalnya) ’.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
Contoh:
Tong kosong nyaring unine (Tong kosong nyaring bunyiny)a yang bermakna “orang yang banyak bicara tidak ada hasilnya”. Maknainimemilikiasosiasi, bahwajika tong kosong dipukul maka akan menghasilkan suara yang nyaring/keras dengan demikian menunujukkan bahwa tong tersebut tidak ada isinya.

Makna  Kias  
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (art ileksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan.
Contoh:
Abang-abang lambe (merah-merah bibir yang berarti basa-basi)
Kembang ati (bunga hati dapat berarti kekasih/sesuatu yang disukai),
Atos sirahe (Keras kepala yang berarti susah dinasehati), dll.

MaknaAsosiatif
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna denotatif villa adalah ’rumah peristirahatan di luarkota’. Selain makna denotatif itu, bagi kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna asosiatif  ’gunung’, ’alam’, ’pedesaan’, ’sungai’, bergantung pada pengalaman seseorang.

MaknaAfektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi menimbulkan makna afektif  yang negatif.

Makna Stilistik
Makna stilistik yaitu penggunaan kata/bahasa dan gaya bahasa yang sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat.
Contoh : omah, pondok, istana, keraton, panggonan meneng, panggon urip (rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal)
Contoh kata di atas memiliki satu arti dengan rumah tetapi dari segi makna memiliki perbedaan, ambil saja keraton memiliki makna rumah besar yang megah yang ditempati Raja, Ratu, punggawa kerajaan, patih, prajurit yang masih mempertahankan adat istiadat. Makna tersebut berbeda dengan istana yang bermakna sebagai rumah atu tempat kediaman resmi raja, kepala negara, presiden dan keluarganya biasanya tidak terlalu menghiraukan adat istiadat dan hal-hal yang berbau mistik. Berbeda lagi maknanya dengan rumah. Rumah bermakna bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan cakupan makna yang lebih luas.

Makna Kolokatif
Yaitu makna yang berkenaan dengan makna kaitannya dengan makna lain yang mempunyai tempat/posisi yang sama.
Contoh :
prawan iku ayu (perawan itu cantik)
kembang kang endhah (bunga yang indah)
lancing ganteng (perjaka tampan)
Dari contoh di atas mempunyai makna yang sama akan tetapi penggunaan makna katanya tidak boleh dibalik karena jika dibalik/diubah akan menimbulkan makna yang berbeda. Misalnya saja penggunaan kata cantik pada seorang laki-laki atau gadis itu tampan, pasti akan menimbulkan persepsi yang berbeda.

Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “lulusan perguruan tinggi”).

Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut.

Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun atau negatif.

Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.

Makna Piktoral
Makna piktoral adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Kata-kata yang kurang pantas biasanya dianggap tabu, kurang sopan atau menjijikkan sehingga penyapa sering dicela sebagai orang yang kurang sopan. Makna piktoral ini dapat pula menyinggung perasaan pesapa, lebih-lebih jika penyapanya lebih rendah martabat atau kedudukannya daripada pesapa. Kata-kata yang kurang pantas seperti yang dihubungkan dengan seks, kotoran, kemtian dan cacat badan, biasanya kata-kata tersebut diganti dengan kata-kata lain yang lebih pantas dan halus (eufimistis).
Contoh :
buta aksara                 = tuna aksara
gelandangan               = tuna wisma
pelacur                        = tuna susila
bersetubuh                  = bersenggama
bangkai                       = jenazah
tewas (pejuang)          = gugur

Makna Gereplektif
Makna gereplektif atau makna pantangan adalah makna yang muncul akibat reaksi pemakai bahasa terhadap makna lain. Makna ini terdapat pada kata-kata yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat kepercayaan (magis). Kata-kata ini biasanya dianggap tabu  untuk diucapkan sehingga harus diganti dengan kata-kata lain yang bermakna sama.
Misalnya: jika kita pergi ke hutan malam hari, ada kepercayaan masyarakat untuk tidak mengucapkan harimau , jika diucapkan bisa bersua. Kata harimau bisa diganti dengan kata nenek, kyai, datuk atau raja hutan.
Contoh:
darah              = keringat
gajah              = kaki bumbung
ular                 = tali, ikat pinggang

Makna Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Makana Lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Sedangkan yang dimaksud dengan makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yang dimaksud dengan makna perlokusi adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur. Misalnya kalu seseorang kepada tukang afdruk foto di pinggir jalan bertanya “Bang, tiga kali empat, berapa?”. Makna secara lokusi kalimat tersebut adalah keingintahuan dari si penutur tentang berapa tiga kali empat. Namun, makna perlokusi, makna yang diinginkan si penutur  adalah bahwa si penutur ingin tahu berapa biaya mencetak foto ukuran tiga kali empat sentimeter. Kalau si pendengar, yaitu tukang afdruk foto itu memiliki makna ilokusi yang sama dengan makna perlokusi dari si penanya, tentu dia akan menjawab, misalnya, “dua ribu” atau “tiga ribu”. Tetapi kalau makna ilokusinya sama dengan makna lokusi dari ujaran “tiga kali empat berapa”, dia pasti akan menjawab “dua belas”, bukan jawaban yang lain.

Makna Deskriptif
Adalah makna yang terkandung didalam setiap leksem. Makna yang ditunjukkan oleh lambangnya. Jadi, kalau kita berkata, /ambillah segelas air/ maka yang dibawakan pasti air, dan bukan air jeruk atau air raksa. Orang mengerti makna leksem /air/, karena itu ia membawa air seperti yank kita kehendaki

Makna Ekstensi
Adalah makna yang mencangkup semua ciri obyek atau konsep. Misalnya, leksem /ayah/ mengandung makna; (a) orang tua anak-anak,  (b) laki-laki, (c) telah beristeri. Setiap leksem dapat kita uraikan komponen-komponennya. Semua komponen yang membentuk pemahaman kita tentang leksem, itulah makna ekstensi.

Makna Emotif
Adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi atau rangsangan pembicara mengenai penilaian terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Misalnya ada orang berkata, /kerbau engkau/, leksem /kerbau/ dihubungkan dengan makna malas, lamban, sedangkan pada pendengar berhubungan dengan penghinaan.

Makna Gereflekter
Makna ini muncul dalam hal makna konseptual yang jamak, maka yang muncul akibat reaksi kita terhadap makna yang lain. Maka gereflekter tidak saja muncul karena sugesti emosional tetapi juga yang berhubungan dengan leksem atau ungkapan tabu. Hal-hal seperti itu, misalnya yang berhubungan dengan seks, kepercayaan atau kebiasaan.

Makna Idesional
Adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan leksem yang mempunyai konsep. Katakanlah kita mempersoalkan partisipasi. Kita mengerti ide apa yang hendak ditampilkan dalam leksem partisipasi.



No comments:

Post a Comment